Pelaksanaan
pengamatan
1. Persiapan pengamatan
Persiapan pengamatan meliputi kegiatan penerimaan
informasi dan kegiatan pendahuluan sebelum dilakukan pengamatan, kegiatan
penerimaan informasi antara lain:
a. Data, informasi, laopran, dan atau pengaduan yang diterima secara
tertulis dicatat dalam buku penerimaan data, informasi, laporan dan atau
pengaduan.
b. Data informasi, laporan, dan atau pengaduan yang diterima secara lisan
dituliskan dalam formulir penerimaan data, informasi, lapotran, dan atau
pengaduan, serta dicatat dalam bukuk penerimaan data, informasi, laporan, dan
atau pengaduan.
c. Data, informasi, laporan, dan atau pengaduan, baik yang tertulis maupun
lisan, diteruskan kepada pejabat atasannya untuk dianalisa dan diproses tindak
lanjutnya, berupa dilakukan atau tidak dilakukan tindakan pengamatan.
Petugas
pengamatan sebelum melaksanakan tugasnya terlebih dahulu:
a. Mempelajari dengan seksama data, informasi, lapran
atau pengaduan
b. Menyiapkan sarana untuk keperluan tugas
pengamatan(tanda pengenal dan surat perintah pengamatan)
c. Menyiapkan surat permintaan data, informasi atau
keterangan perpajakan(bersifat rahasia) kepada kepala KPP tempat objek pengamatan
berada atau terdaftar
d. Mempelajari berkas wajib pajak dan berkas data yang
ada pada administrasi KPP terkait
e. Petugas pengamat sebaiknya memfotokopi
dokumen-dokumen yang berkaitan dengan data wajib pajak dalam berkas untuk
melengkapi berkas hasi pengamatan
f. Membuat rencana atau jadwal pelaksanaan pengamatan
2. Pelaksanaan pengamatan
a.
Melaksanakan pengamatan di lapangan dengan megumpulkan data, keterangan atau
informasi sebanyak-banyaknya, sebaiknya di lengkapi dengan dokumen penunjang yang
berbentuk fisik
b. Meneliti kecocokan antara informasi, data laporan, atau pengaduan dengan
data subjek pajak, SPT PPh, SPT mada PPN
c. Membuat analisis dan perbandingan yang diperlukan apabila ada data lain
yang ada hubungannya dengan objek yang diamati
d. Membuat ringkasan atau resume hasil pengamatan
3. Pelaporan Hasil Pengamatan
Hasil pengamatan dituangkan dalam laporan pengamatan.
Laporan pengamatan sedapat mugkin dilengkapi dengan gambar situasi mengenai
tempat atau ruangan yang diamati, seperti letak meja direktur atau pimpinan,
letak lemari besi, letak penyimpanan dokumen atau pembukuan, dan lain-lain.
Laporan pengamatan harus disusun sedemikian rupa sehingga dapat digunakan
sebagai dasar penentuan tindak lanjutnya, yaitu berupa:
a. Pemeriksaan bukti permulaan
b. Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan WP
c.
Diarsipkan, sepanjang tidaka ada tindak lanjutnya
Laporan pengamatan di buat sekurang-kurangnya
2 (dua) rangkap, satu rangkap untuk pejabat pemberi perintah dan satu rangkap
untuk arsip kantor.
Sasaran
pengamatan
Pengamatan dapat dilakukan terhadap orang pribadi
maupun badan yang berdasarkan data, informasi, laporan, dan atau pengaduan di
duga melakukan tindak pidana di bidang perpajakan. Sasaran pengamatan antara
lain:
a. Alamaa rumah, tempat kedudukan, alamat kantor atau alamat usaha
b. Kegiatan usaha WP
c. Susunan keluarga
d. Barang bergerak dan tidak bergerak yang dimiliki atau yang dikuasai oleh
WP maupun keluarganya
e. Hubungan usaha dengan pihak ketiga lainnya
Dalam hal
pengamatan dilakukan terhadap badan hukum, sasarannya antara lain:
a. Alamat
atau domisili kantor, baik pusat maupu cabang-cabangnya, termasuk tempat usaha
seperti pabrik, gudang, bengkel, dan sebagainya
b. Alamat
atau tempat kedudukan para pengurus dan para pengurus daan para pemegang saham,
baik yang tertera dalam akte pendirian beserta perubahannya maupun yang
tercantum dalam SPT
c. Kegiatan
perusahaan yang sebenarnya, jenis usaha dan hubungan usaha dengan pihak ke tiga
d. Apabila
dianggap perlu, pengamatan juga dapat dilakukan terhadap pihak-pihak yang
memiliki hubungan usaha dengan WP melalui wawancara dan permintaan keterangan
PERSIAPAN DAN PEMBERITAHUAN DIMULAINYA PENYIDIKAN
Setelah menerima Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan,
penyidik pajak mempelajari Laporan Pemerikasaan Bukti Permulaan tersebut
kemudian membuat ringkasan hasil pemeriksaan bukti permulaan meliputi modus
operandi, kerugian pada pendapatan Negara, calon tersangka dan saksi serta
membuat laporan kejadian.
Laporan kejadian beserta laporan hasil pemerikasaan
bukti permulaan tersebut disampaikan kepada direktur P4 (Pemeriksaan,
Penyidiakn dan Penagihan Pajak) atau ke kepala kanwil DJP atau Kepala Kantor
Unit Pelaksana Pemeriksaan melalui atasannya.
Setelah kedua laporan tersebut dipelajari, direktur P4 atau kepala kanwil DJP
akan memberikan pendapat dan usulan kepada dirjen pajak untuk dapat atau
tidaknya dilakukan penyidikan. Keputusan dirjen pajak dapat berupa perintah
dilakukannya penyidikan pajak atau sebaliknya tidak dilanjutkan ke penyidikan.
Apabila hasil pemeriksaan bukti permulaan tidak
dilanjutkan dengan penyidikan pajak maka diterbitkan SKP sebagai produk hokum
pemeriksaan bukti permulaan. Penerbitan SKP diawali dengan pembahasan akhir
hasil pemeriksaan (closing conference) dengan wajib pajak dan mengirimkan nota
perhitungan pajaknya ke kepala KPP tempat WP terdaftar.
Apabila hasil pemeriksaan bukti permulaan dipandang
perlu dditindaklanjuti dengan penyidikan, Dirjen pajak setelah mempertimbangkan
usul dan pendapat dari Dir P4 dan atau kepala kanwil DJP kepala karikpa,
menerbitkan instruksi untuk melakukan penyidikan pajak. Berdasarkan instruksi
tersebut diterbitkan Surat perintah penyidikan yang ditanda tangani oleh Dir P4
atau kepala kanwil DJP.
Pemberitahuan
dimulainya penyidikan
Secara material, tindakan penyidikan dimulai sejak
dilakukanya upaya paksa oleh penyidik pajak yaitu bermula dari tindakan hokum
yang menyangkut pembatasan atau pengekangan hak asasi seseorang yang diduga
sebagai tersangka tindak pidana perpajakan.
Secara formal, penyidikan dimulai sejak disampaikannya Surat Pemberitahuan
Dimulainya Penyidikan ke jaksa atau penuntut umum melalui penyidik POLRI,
dengan dilampiri laporan kejadian dan fotokopi surat perintah penyidikan.
Pemberitahuan dimulainya penyidikan juga disampaikan kepada wajib pajak dengan
Surat Pemberitahuan Penyidikan. Dalam hal penyidikan dilakukan oleh Dir P4,
Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan disampaikan kepada Kejaksaan Agung
melalui mabes POLRI. Dalam hal penyidikan dilakukan oleh Kanwil DJP, Surat
Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan disampaikan kepada Kejaksaan tinggi melalui
Kepolisian Daerah setempat.
PELAKSANAAN PENYIDIKAN
A.PENCEGAHAN
Tindakan pencegahan dilakukan jika ada kemungkinan
tersangka atau saksi akan melarikan diri ke l;uar negeri sehingga dapat
menganggu proses penyidikan. Upaya pencegahan ini dapat diajukan dengan
mengajukan permohonan ke jaksa agung melalui Menteri Keuangan sebagaiman diatur
dalam Kep Dirjen Nomor 272/pj./2002 tanggal 17 Mei 2002, dengan ketentuan
sebagai berikut:
1. Penyidik pajak mengusulkan kepada Dirjen Pajak untuk meminta bantuan
kepada jaksa agung RI agar melakukan pencegahan terhadap tersangka atau saksi
yang diduga akan melarikan diri ke luar negeri,
2. Dirjen pajak akn meneruskan usulan pencegahan tersebut kepada menteri
keuangan,
3. Menteri keuangan selanjutnya mengajukan permohonan pencegahan kepada
Jaksa Agung,
4. Setelah jaksa agung menerima dan mempertimbangkan permohonan pencegahan
dari menteri keuangan, Jaksa agung RI akan meminta Menteri Kehakiman dan HAM RI
untuk melakukan pencegahan yang pelaksanaanya dilakukan oleh Dirjen Imigrasi
pada pelabuhan udara dan laut tempat pemberangkatan ke luar negeri.
Jangka waktu pencegahan akan ditentukan sesuai dengan
keputusan jaksa agung RI. Dalam menentukan jangka waktu pencegahan, Jaksa agung
akan mempertimbangkan urgensi pencegahannya dengan berkonsultasi dengan menteri
terkait. Apabila tindakan pencegahan tidak diperlukan lagi karena kasusnya
sudah selesai atau perkaranya sudah mendapat putusan deri pengadilan, maka
keputusan pencegahannya dicabut.
B. PEMERIKSAAN DI TEMPAT TERTENTU
atau PENGGELEDAHAN
Persiapan :
a. Penyidik pajak membuat Surat Permintaan Izin pemeriksaan di Tempat
tertentu atau penggeledahaan, ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri di dalam
wilayah mana objek penggeledahaan itu berada.
b. Menerbitkan Surat Perintah pemeriksaan di Tempat tertentu/penggeledahaan
yang ditandatangani oleh atasan structural penyidik pajak yang sudah di angkat
menjadi penyidik pajak, Surat Perintah pemeriksaan di Tempat
tertentu/penggeledahaan ditandatangani oleh Pejabat Eslon II.
Surat Perintah pemeriksaan di Tempat
tertentu/penggeledahaan diterbitkan setelah memperoleh izin tertulis dari ketua
pengadilan negeri setempat dan dibuat rangkap 9 (sembilan) dengan penggunaan
sebagai berikut :
1. 1 (satu) lembar untuk penyidik pajak
2. 1 (satu) lembar untuk ketua pengadilan negeri
setempat
3. 6 (enam) lembar untuk berkas perkara
4. 1 (satu) lembar untuk arsip
Surat perintah tersebut dicatat dalam buku Surat
Perintah pemeriksaan di Tempat tertentu/penggeledahaan.
c. Dalam keadaan sangat perlu dan mendesak, Surat Perintah pemeriksaan di
Tempat tertentu/penggeledahaan dapat diterbitkan dan diberlakukan sebelum ada
izin dari ketua Pengadilan Negeri setempat.
Pelaksanaan:
a. Pemeriksaan di Tempat tertentu/penggeledahaan dilakukan oleh penyidik pajak
yang nama dan identitasnya tercantum dalam Surat Perintah pemeriksaan di Tempat
tertentu/penggeledahaan .
b. Penyidik pajak terlebih dahulu menunjukan Surat Perintah pemeriksaan di
Tempat tertentu/penggeledahaan kepada tersangka atau orang lain yang berada di
tempat tersebut dan menjelaskan maksud kedatangannya.
c. Tempat/sasaran yang diperiksa sesuai dengan yang tercantum dalam Surat
Perintah pemeriksaan di Tempat tertentu/penggeledahaan .
Tempat/sasaran yang diperiksa dapat berupa :
1. Tempat usaha, termasuk kantor, gudang,dan pabrik
2. Rumah tinggal tersangka
3. Tempat lain dari tersangka bertempat tinggal,
berdiam atau berada
4. Tempat
lain yang diduga terdapat bahan bukti tindak pidana di biadng perpajakan yang
dilakukan.
d. Penyidikan pajak dalam melakukan pemeriksaan di Tempat
tertentu/penggeledahaan dapat dibantu oleh petugas pajak lainnya. Pemeriksaan
di tempat tertentu/ penggeledahan terhadap tempat/sasaran yang berada di
wilayah hukum penyidik pajak yang melakukan pemeriksaan di tempat tertentu /
penggeledahan, pelaksanaannya dapat dibebankan kepada penyidk pajak didalam
wilayah mana pemeriksaan diwilayah tertentu/penggeledahan akan dilakukan,
dengan tetap memperhatikan ketentuan yang berlaku.
e. Pemeriksaan di Tempat tertentu/penggeledahaan dapat dilakukan mulai
pukul 08.00 s.d pukul 18.00. Apabila sampai pukul 18.00 pemeriksaan ditempat
tertentu/ penggeledahan tersebut tidak dapat diselesaikan, maka dilakukan
penyegelan dan dibuka kembali pada keesokan harinya. Tatacara penyegelan sesuai
KMK No.380/KMK.04/1989 tanggal 20 April 1989 tentang tatacara penyegelan dalam
rangka pemeriksaan di bidang perpajakan.
f. Selama Pemeriksaan di Tempat tertentu/penggeledahaan berlangsung, untuk
kelancaran, keamanan, dan ketertiban, penyidik pajak dapat memerintahkan kepada
setiap orang yang berada ditempat tertentu di tempat tersebut untuk tidak
meninggalkan tempat dan dapat diatur penjagaan atau penutupan tempat yang
bersngkutan atau penutupan tempat yang bersngkutan.
g. Pemeriksaan di Tempat tertentu/penggeledahan dilakukan dengan disksikan
oleh 2 (dua) orang saksi, satu diantaranya adalah pejabat pemerintah daerah
setempat.
h. Dalam hal tersangka atau orang yang berada di tempat tertentu tersebut
tidak menyetujui atau tidak hadir, maka pemeriksaan di tempat tertentu/
penggeledahaan tersebut tetap dilakukan dengan disaksikan oleh 2 (dua) oang
saksi, satu orang di antarnya adalah pejabat pemerintah daerah setempat.
i. Pelaksanaan pemeriksaan di tempat tertentu/penggeledahan haus dibuat
Berita Acara Pemeriksaan di tempat tertentu/ penggeledahan dengan memperhatikan
dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Berita Acara harus memuat uraian tentang pelaksanaan dan hasil
pemeriksaan di tempat tertentu/penggeledahan. Apabila diperlukan lampiran, maka
lampiran tersebut harus ditandatangani oleh semua penandatangan Berita acara.
2. Berita acara sebelum ditandatangani, terlebih dahulu dibacakan kepada
yang bersnagkutan, kemudian diberi tanggal dan ditandatangani poleh penyidik
paja maupun tersngka atau orang yang berada di tempat tersebut dan para saksi.
3. Dalam hal tersagka atau orang yang berada didaerah tertentu tersebut
tidak mau membubuhkan tandatangannya, hal itu di cantumkan dalam berita acara
dengan menyebutkan alasannya.
4. Berita acara dibuat rangkap 10 (sepuluh) dengan ketentuan sebagai
berikut :
a. 1 (satu)
lembar untuk tersangka atau orang yang berada ditempat tertentu tersebut yang
disampaikan dengan buku ekspedisi dan penerima membubuhkan nama jelas, jabatan,
tandatangan, saat, hari, dan tanggal diterimanya pada buku ekspedisi tersebut.
b. 1 (sau) lembar untuk ketua pengadilan negeri setempat yang disampaikan
dengan surat pengantar dan memakai buku ekspedisi.
c. 1 (satu)
lembar untuk pejabat pemerintah daerah setempat yang disampaikan dengan memakai
buku ekspedisi.
d. 6 (enam)
lembar untuk berkas perkara.
e. 1 (satu
lembar untuk arsip.
5. Dalam keadaan sangat perlu dan mendesak, hasil pelaksanaan pemeiksaan di
tempat tertentu/ penggeledahan di buat berita acara pemeriksaan di tempat
tertentu/ penggeledahan dalam keadaan sangat perlu dan mendesal
j. Hasil pelaksanaan pemeriksaan di tempat tertentu/ penggeledahan dalam
keadaan sangat perlu dan mendesak harus dimintakan persetujuan dari pengadilan
negeru setempat dalam jangka waktu 2×24 ( dua kali dua puluh empat) jam (hari
kerja) setelah hari dilakukan penggeledahan tersebut. Surat perintah permintaan
persetujuan tersebut harus dilampiri Berita acara pemeriksaan di Tempat tertentu/
penggeledahan dimaksud.
C. PENYITAAN BAHAN BUKTI
Persiapan:
1. Mengajukan permintaan kepada ketua Pengadilan Negeri setempat untuk
memperolej surat izin penyitaan dengan dilampiri Resume Laporan tindak pidana
di bidang perpajakan.
2. Menerbitkan surat perintah penyitaan setelah memperoleh izin penyitaan
tertulis dari ketua pengadilan negeri setempat. Surat perintah penyitaan dibuat
rangkap 12 (dua belas) dengan pembagian sebagai berikut :
a. 6 (enam) lembar untuk berkas perkara
b. 1 (satu) lembar untuk tersangka
c. 1(satu) lembar untuk Ketua Pengadilan Negeri
setempat
d. 1 (satu) lembar untuk pemilik/orang/keluargaya/instansi/lembaga
darimana
benda/barang tersebut disita
e. 1(satu) lembar untuk penyidik pajak
f. 1 (satu) lembar untuk petugas penanggung jawab dan
penyimpan bahan bukti.
g. 1(satu) lembar untuk arsip
3. Dalam keadaan sangat perlu dan mendesak, dimana tindakan penyitaan
saangat perlu dilakukan, maka surat perintah penyitaan dalam keadaan sangat
perlu dan mendesak dapat diterbitkan dan diberlakukan sebelum ada izin dari
ketua pengadilan negeri setempat
4. Dalam hal penyitaan dilakukan di lebih dari satu wilayah hukum
pengadilan negeri maka izin penyitaan hatus dimintakan dari masing-masing ketua
pengadilan negeri dimana penyitaan akan dilakukan. Dalam keadaan sangat perlu
dan mendesak, penyitaan dapat dilakukan dahulu baru kemudian segera dimintakan
persetujuan dari ketua pengadilan negeri yang bersnnagkutan.
5. Mempersiapkan petugas pelaksana dan peralatan yang diperlukan, termasuk
pengangkutan dan pengawasan benda sitaan.
6. Menentukan buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen yang
berkaitan dengan kegiatan wajib pajak yang harus disita.
Pelaksanaan :
1. Menghubungi pejabat Pemda setempat untuk diminta menjadi saksi dalam
tindakan penyitaan itu.
2. Sebelum dilakukan penyitaan, petugas penyita harus menunjukan tanda
bukti diri dan surat perintah penyitaan kepada orang/wajib
pajak/wakil/pegawainya.
3. Sesaat sebelum dilakukan penyitaan, petugas membrikan penjelasaan kepada
pihak wajib pajak mengenai alas an dilakukannya penyitaan.
4. Penyitaan dilakukan oleh palin sedikit 2 (dua) orang yang terdiri dari
seorang penyidik pajak dan seorang pegawai DJP lainnya. Penyitaan terhadap
objek penyitaan yang berda di luar wilayah hokum penyidik pajak yang melkukan
penyitaan, pelaksaannya dapat dibebankan kepada penyidik pajak didalam wilayah
mana penyitaan akan dilakukan, dengan tetap memperhatikan ketentuan yang
berlaku.
5. Benda-benda yang dapat disitta adalah benda-benda yang telah/sedang/akan
dipergunakan baik secara langsung maupun tidak langsung unutk melakukan tindak
pidan di biadang perpajakan yang dilakkukan oleh tersangka antara lain meliputi
“
a. Neraca dan daftar rugi/laba
b. Buku besar
c. Buku jurnal
d. Buku pembantu
e. Bukti-bukti pembelian dan penjualan
f. Kontrak-kontrak
g. Rekening koran
h. Kartu-kartu yang berhubungan dengan pembukuan
i. Not-nota debet dan kredit
j. Vouchers/bukit-bukti pembukuan lainnya
k. Document-dokument dan catatan lain sebagai bahan pembuktian termasuk paket,
surat dan benda kiriman.
l. SPT beserta lampirannya
m. Bukti-bukti setoran pajak
n. Catatan-catatan lain behubungan dengan kegiatan wajib pajakperangkat lunak
dan perangkat keras komputer
6. Buku-buku, document-dokument, dan catatan-catatan lain lain tentang
kegiatan wajib pajak yang disita harus diperlhatkan kepada wajib pajak/ wakil/
pegawainya dengan disksikan kepada pejabat pemda setempat beserta seorang saksi
lainnya.
7. Dalam hal penyitaan dilakukan dalam keadaan sangat perlu dan mendesak,
maka segera setelah hari terakhirpenyitaan dalamwaktu paling lambat 2×24 jam
(hari kerja) harus segera dilaporkan kepada ketua pengadilan negeri setempat
untuk mendapat persetujuan penyitaan, dengan mengajukan surat permohonan
persetujuan penyitaan di tempat tertentu dalam keadaan sangat perlu dan
mendesak dengan melampirkan :
a. Surat perintah penyidikan
b. Surat perintah penyitaan dalam keadaan sangat perlu dan mendesak
c. Resume tentang terjadinya tindak pidana di bidang perpajakan
d. Berita acara penyitaan beserta lampirannya.
8. Apabila masih terdapa barang bukti di luar barang yang telah disitayang
berada di tangan orang lain/keluarganya/instansi/lembaga, maka penyidik pajak
dapat menerbitkan surat perintah penyerahan benda untuk disita. Atas dasar
surat perintah tersebut, mereka wajib menyerahkan bahn-bahan bukti tersebut
kepada penyidik pajak untuk disita. Atas penyerahan barang-barang
tersebut,dibuat surat tanda penerimaan rangkap 11 (sebelas) dengan pembagian
sebagai berikut :
a. 1 (satu) lembar untuk tersangka/ keluarga /instansi/lembaga darimana benda
itu diterima untuk disita.
b. 1(satu) lembar untuk pemda setempat yang menyaksikan penyerahan barang
bukti yang disita
c. 1(satu) lembar untuk penyidik pajak
d. 1 (satu) lembar untuk ketua pengadilan negeri setempat
e. 1 (satu) lembar untuk penanggung jawab dan penyimpanan bahan sitaan
f. 6 (enam) lembar untuk berkas perkara
9. Penyitaan surat lain :
a. Diperlukan surat izin khusus ketua pengadilan negeri setempat
b. Penyidik pajak secara tertulis meminta kepada kepla kantor pos
telekomunikasi atau perusahaan komunukasi atau transportasi, agar menyerahkan
“surat lain” yang diperlukan
c. Atas penyeraahan “sura lain” tersebut , penyidik pajak membuat surat
tanda penerimaan.
d. Pembukaan “surat lain” dilakukan dengan cara merobek salah satu sisi
sampul surat sedemikian rupa sehingga tidak merusak isi surat atau tulisan yang
ada dalam sampul.
e. Apabila setelah dibuka dan diperiksa ternyata memiliki hubungan dengan
tindak pidana di bidang perpajakan yang sedang diperiksa maka akan segera di
lakukan penyitaan terhadap surat tersebut
f. Apabila tidak memiliki hubungan dengan tindak pidana di bidang
perpajakan maka di cap “TELAH DIBUKA OLEH PENYIDIK” dengan di bubuhi
tanggal,tandatangan,nama dan pangkat penyidik, kemudian dikembalikan ke pihak
yang bersangkutan dengan dibuat tanda bukti penyerahan kembali.
g. Surat lain yang tidak disita ditutup kembali dengan cara merekatkan
kertas dengan lem sedemikan rupa sehingga tidak mudah untuk dilepaskan kembali,
dan dicap di kedua sisi sampul yang berbeda.
h. Dibuat berita acara pembukaan, pemeriksaan dan penyitaan surat lain,
ditandatangani oleh penyidik pajak kepala instansi yang bersangkutan, di buat
rangkap 9 (Sembilan ):
a) A (satu) lembar untuk kepala instansi terkait
b) 1 (satu) lembar untuk tersangka
c) 1 (satu) lembar untuk ketua pengadilan negeri setempat
d) 6 (enam) lembar untuk berkas perkara
10. Hal-hal yang perlu di perhatikan:
a. Membuat daftar barang yang disita dan member nomor urut pada barang
sitaan
b. Membuat Berita Acara Penyitaan sebanyak 11 eksemplar
c. Berita Acara Penyitaan harus ditandatangani oleh :
Ø
Penyidik
pajak
Ø
Pemilik /
kuasa pemilik benda sitaan
Ø
2 orang
saksi (satu dari Pejabat Pemerintah Daerah setempat)
d. Jika pemilik/kuasa pemilik tidak bersedia menandatangani Berita Acara
Penyitaan, maka penyidik pajak member catatan khusus atas kejadian tesebut
11. Penanganan bahan bukti :
a. Disimpan di tempat khusus di Direktorat Pemeriksaan Pajak
b. Diserahkan kepada petugas khusus yang bertanggung jawab dilampiri dengan
Berita Acara Penyitaan dan Berita Acara Penerimaan Barang
c. Penyidik pajak menyortir dan mengelompokkan menurut jenis, macam dan
jumlah barang bukti
d. Setiap peminjaman/pengembalian barang bukti harus menggunakan surat
peminjaman
D. PEMANGGILAN TERSANGKA DAN SAKSI
1. Surat Panggilan
a. Surat panggilan dibuat dan diisi sesuai dengan petunjuk pengisiannya
dalam rangkap 9 (sembilan) dengan pembagian sebagai berikut :
- 6 (enam) lembar untuk berkas perkara
- 1 (satu) lembar untuk yang dipanggil
- 1 (satu) lembar untuk petugas atau Penyidik Pajak
- 1 (satu) lembar untuk arsip
b. Surat panggilan ditandatangani oleh Penyidik Pajak dan dibubuhi cap
dinas, kemudian dicatat dalam Buku Surat Panggilan
2. kehadiran
3. di luar wilayah hukum
a. Apabila tersangka atau saksi yang dipanggil berdiam atau bertempat
tinggal di luar wilayah hukum Penyidik Pajak yang melaksanakan penyidikan maka
dapat dimintakan bantuan Penyidik Pajak di wilayah hukum di tempat tersangka
atau saksi tersebut bertempat tinggal untuk memanggil dan memeriksa tersangka
serta meminta keterangan dari saksi
b. Dalam hal penyidikan harus dilakukan di luar wilayah hukum Penyidik
Pajak yang melakukan penyidikan, pemanggilan tersangka atau saksi dilakukan
oleh Penyidik Pajak setempat, sedangkan pemeriksaan tersangka dan permintaan
keterangan dari saksi dilakukan oleh Penyidik Pajak yang melakukan penyidikan
dengan didampingi oleh Penyidik Pajak setempat
4. hal- hal khusus
a. Dalam hal yang dipanggil adalah anggota DPR atau MPR, DPA, dan BPK, tata
cara pemanggilannya disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku baginya.
b. Pemanggilan terhadap tersangka dan saksi warga negara Indonesia yang
berada di luar negeri disalurkan melalui POLRI
c. Dalam hal saksi atau ahli yang dipanggil adalah pejabat atau petugas
suatu instansi atau lembaga atau badan pemerintah, kepada atasannya disampaikan
pemberitahuan tertulis mengenai pemanggilan tersebut
E. PEMERIKSAAN TERSANGKA DAN SAKSI
Persiapan
1. tempat
• mudah dijangkau atau ditemukan oleh tersangka atau
saksi
• ruangannya bersih, terang dan terjaga keamanannya
• dilengkapi meja, kursi dan alat tulis-menulis.
• Diusahakan ada ruang tunggu dan tempat untuk penasehat
hukum agar dapat melihat
dan mendengar jalannya pemerikasaan.
2. tenaga pemerikasa
3. daftar pertanyaan
garis besar pertanyaan
• pertanyaan awal; menyangkut identitas yang diperiksa
• Pertanyaan pokok;mengarah pada jawaban unsur-unsur
tindak pidananya
• Pertanyaan tambahan; Pengembangan pertanyaan pokok
• Pertanyaan terakhir; diarahkan untuk menutup pemeriksaan
dan bersifat mengikat
pertanyaan mencakup aspek :
- Siapakah;
- Apakah;
- Di
manakah;
- Dengan
apakah
-
Mengapakah;
-
Bagaimanakah;
-
Bilamanakah;
- Berapakah
4. daftar barang bukti
5. urutan tersangka dan saksi
6. tenaga rohaniawan ; untuk pengambilan sumpah
7. tenaga penerjemah; kalau yang diperiksa tidak dapat berbahasa Indonesia
Pelaksanaan
1. Lakukan penelitian terhadap identitas orang yang akan diperiksa.
2. Sebelum pemeriksaan terhadap tersangka dimulai, kepadanya diberitahukan
hak tersangka untuk mendapatkan bantuan hukum dari penasihat hukumnya.
3. Penasehat hukum dapat mengikuti jalannya pemeriksaan pada saat Penyidik
Pajak melakukan pemeriksaan terhadap tersangka dengan cara melihat atau mendengarkan
pemeriksaan.
4. Tersangka atau Saksi yang diperiksa harus dalam keadaan sehat jasmani
dan rohani.
5. Kepada Tersangka diberitahukan tentang apa yang disangkakan kepadanya
dengan jelas dan dalam bahasa yang dimengerti.
6. Tersangka berhak didampingi penerjemah dalam hal tidak mengerti bahasa
Indonesia.
7. Dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang
perpajakan, Penyidik Pajak dapat meminta bantuan tenaga ahli.
8. tersangka diminta untuk mengenali kembali barang bukti yang diperlihatkan
kepadanya.
9. tersangka diminta untuk menjawab pertanyaan penyidik pajak baik secara
lisan maupun tertulis
10. terhadap pemeriksaan saksi perlu diperhatikan:
• hubungan saksi dengan tersangka
• Apabila
saksi diperkirakan tidak dapat hadir dalam pemeriksaan di pengadilan maka
sebelum dilakukan pemeriksaan saksi terlebih dahulu diambil sumpah atau
janjinya
• Saksi
diperiksa secara sendiri-sendiri, tetapi boleh dipertemukan satu dengan yang lainnya
dengan teknik konfrontasi atau rekonstruksi.Saksi diminta menjawab pertanyaan
penyidik pajak baik lisan maupun tertulis.
11. kalau ada perbedaan keterangan tersangka dan saksi atau dengan
tersangka lainnya perlu dilakukan konfrontasi
12. kalau yang akan diperiksa berada di luar wilayah hukum penyidik pajak
yang melakukan penyidikan, maka pemeriksaannya dapat dibebankan kepada penyidik
pajak lain yang wilayah hukumnya meliputi tempat kediaman atau tempat tinggal
yang akan diperuksa.
13. Terhadap pemeriksaan saksi ahli perlu diperhatikan:
• Hubungan saksi ahli dengan tersangka
• Keterangan
keahlian diberikan dengan mengangkat sumpah di hadapan penyidik pajak.
• Apabila
karena harkat dan martabat, pekerjaan atau jabatannya yang mewajibkan ia untuk
merahasiakan, ahli dapat menolak untuk memberikan keterangan tertentu yang
diminta.
14. Hasil pemeriksaan Tersangka, Saksi, serta keterangan Ahli dituangkan
dalam berita acara pemeriksaan
15. Persyaratan formal Berita acara Pemeriksaan:
• Diketik di
kertas folio putih, satu setengah spasi.
• Diantara
baris tidak boleh ditulis apapun.
• Apabila
masih ada ruang kosong diisi garis putus-putus.
• Kalau ada
tulisan yang salah, tidak boleh dihapus atau ditindih dengan kata atau tulisan
lain, melainkan di coret dan diparaf diujung kiri dan kanan.perbaikan ditulis
pada marge dengan didahului kata ”SAH DIGANTI”.
• Tidak
boleh menggunakan singkatan, kecuali singkatan resmi. Contoh: TNI, DPR, POLRI.
• Penulisan angka yang menyebutkan jumlah harus diulang dalam huruf dalam
kurung.
• Di halam utama, di sudut kiri atas ditulis nama instansi penyidik. Dibawah
nama instansi tersebut ditulis kata-kata ”PRO JUSTITA” atau ”DEMI KEADILAN”.
• Pendahuluam
berita acara di cantumkan
a. hari,
tanggal, bulan dan tahun pembuatan berita acara.
b. Nama,
NIP, pangkat, jabatan dan unit kerja penyidik pajak
c. Identitas
lengkap yang diperiksa
d. Status
pihak yang diperiksa
e. Alasan
pemeriksaan dan pasal-pasal yang dilanggar.
F. PEMBUATAN BERITA ACARA PENDAPAT/
RESUME.
Resume atau berita acara pendapat merupakan ikhtisar
dan kesimpulan seluruh hasil penyidikan yang telah dilakukan, pembuatan berita
acara pendapat ini tidak diatur dan tidak diwajibkan oleh undang-undang.
Manfaat berita acara pendapat ini adalah memudahkan
pihak-pihak yang berkepentingandalam mempelajari kasus perkara tersebut.
Manfaat tersebut antara lain untuk memberikan gambaran dalam menetahui duduk
perkara, siapa tersangka dan saksinya, apa alat buktinya, bagaiman unsur
pidananya, apakah termasuk tindak pidana perpajakan atau tidak, apakah tindak
pidanannya terbukti, serta bagaiman kesimpulan penyidik.
G. PEMBERKASAN PERKARA
Tahap akhir dari seluruh tindakan penyidikan adalah
pemberkasan perkara yang kemudian dengan dengan penyerahan berkas perkara ke
jaksa penuntut umum melalui penyidik POLRI.
Pemberkasan adalah kegiatan untuk memberkaskan isi
berkas perkara dengan syarat-syarat yang ditentukan mengenai susunan,
penghimpunan, pengikatan , penyegelan dan pemberian indentifikasi berkas
perkara.
Sebelum menyusun berkas perkara, penyidik terlebih
dahulu mengadakan gelar perkara atau pemaparan perkara (expose). Gelar perkara
ini umumnya dilakukan dalam bentuk peragaan dengan sarana disebut matriks
berkas perkara yang dilengkapi dengan bagan modus operandi kasus pidana
tersebut.
Penerahan berkas perkara ke penuntut
umum.
Berkas perkara yang diserahkan pertama kali adalah
berkas perkara yang belum final, yang akan disempurnakan dengan masukan dari
jaksa penuntut umum maupun penyidik POLRI, terutama dalam segi yuridis teknis
dari berkas perkara yang bersangkutan. Penyerahan berkas perkara harus melalui penyidik
POLRI karena penyidik POLRI bertindak sebagai koordinator dan pengawas dari
penyidik pajak (PPNS).
I. PENGHENTIAN PENYIDIKAN
Penghentian penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan dilakukan dalam
hal:
a. Karena tidak terdapat cukup bukti.
b. Peristiwa tersebut ternyata bukan tindak pidana di bidang perpajakan
c. Perkara ditutup demi hukum:
• Bilamana tersangka meninggal dunia
• Perkara tergolong ”ne bis in idem” atau
• Kadaluwarsa
Apabila dari hasil pemeriksaan terhadap tersangka dan
atau saksi/saksi ahli dan berdasarkan bukti-bukti yang ada ternyata memenuhi
syarat-syarat yang seperti pada butir 1 di atas, maka Penyidik Pajak segera
membuat:
• Laporan Kemajuan Pelaksanaan dikirimkan kepada
penyidik POLRI dan
Jaksa/Penuntut Umum
• Surat Usul
penghentian penyidikan dengan dilampiri tindasan Laporan Kemajuan Pelaksanaan
Penyidikan diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak untuk memperoleh persetujuan
• Apabila
Direktur Jenderal Pajak menyetujui usul penghentian penyidikan, maka Penyidik
Pajak mempersiapkan Surat Instruksi Penghentian Penyidikan untuk ditandatangi
oleh Direktur Jenderal Pajak
• Berdasarkan instruksi penghentian penyidikan dari
Direktur Jenderal Pajak,
selanjutnya
dibuat Surat Ketetapan Penghentian Penyidikan untuk ditandatangani oleh Penyidik
Pajak, setelah mendapat petunjuk tertulis dari Penyidik POLRI bahwa tidak
terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tidak pidana di
bidang perpajakan. Pemberitahuan mengenai penghentian penyidikan disampaikan
kepada Jaksa/Penuntut Umum, Tersangka atau keluarganya
Wewenang penyidik pajak
Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan hanya
dapat dilakukan oleh Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan
Direktorat Jenderal Pajak yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik tindak
pidana di bidang perpajakan.
Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud di atas adalah:
a. menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan
berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan agar keterangan atau
laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas;
b. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi
atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak
pidana di bidang perpajakan;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan
sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan;
d. memeriksa buku, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana
di bidang perpajakan;
e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan,
pencatatan, dan dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti
tersebut;
f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan
tindak pidana di bidang perpajakan;
g. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau
tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang,
benda, dan/atau dokumen yang dibawa;
h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang
perpajakan;
i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai
tersangka atau saksi;
j. menghentikan penyidikan; dan/atau
k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak
pidana di bidang perpajakan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penyidik pajak (PPNS) tidak diberikan wewenang untuk
melakukan penangkapan dan atau penahanan. Dalam keadaan memaksa, apabila
diperlukan tindakan penangkapan dan penahanan, penyidik pajak dapat meminta
bantuan kepada penyidik POLRI dengan tetap memerhatikan ketentuan hokum acara
yang berlaku.
Praperadilan
Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk
memeriksa dan memutuskan perkara menurut cara yeng diatur dalam KUHAP, antara
lain mengenai:
1. Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan
ataupenghentian penuntutan (kecuali penyimpangan perkara untuk kepentingan umum
oleh jaksa agung)
2. Ganti rugi dan atau rehabilitasi bagi seseorang yang perkara pidananya
dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan,
3. Sah atau tidaknya benda yang disita sebagai alat bukti,
4. Tuntutan ganti rugi oeh tersangka atau ahli warisnya atas penangkapan
atau penahanan serta tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang,
atau kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan yang perkaranya tidak
diajukan ke pengadilan negeri.
SE-29/PJ.53/2003 Tentang langkah-langkah penanganan atas penerbitan dan
penggunaan faktur pajak tidak sah (fiktif)
1. Yang dimaksud dengan faktur pajak fiktif antara lain;
a. Faktur pajak yang diterbitkan oleh pengusaha yang
belum dikukuhkan sebagai PKP
b. Faktur pajak yang diterbitkan oleh pengusaha dengan
menggunakan nama, NPWP,
dan nomor
pengukuhan PKP orang lain atau badan lain,
c. Faktur pajak yang digunakan oleh PKP yang tidak diterbitkan oleh PKP
penerbit,
d. Faktur
pajak yang secara formal memenuhi ketentuan pasal 13 ayat 5 UU PPN tetapi tidak
memenuhi secara meterial yaitu tidak ada penyerahan dan atau uang dan barang
tidak diserahkan kepada pembeli sebagaimana tertera dalam faktur pajak,
e. Faktur
pajak yang diterbitkan oleh PKP yang identitasnya tidak sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya.
2. Faktur pajak yang sesuai ketentuan UU PPN dapat berupa:
a. Faktur pajak sederhana,
b. Faktur pajak standar
c. Dokumen-dokumen yang diperlakukan sebagai Faktur
pajak standar; antara lain
•
Pemberitahuan Impor Barang (PIB) yang dilampiri SSP dan atau bukti pemungutan
pajak oleh Direktorat jenderal bea dan cukai untuk impor BKP,
•
Pemberitahuan Ekspor barang (PEB) yang telah difiat muat oleh pejabat
direktorat jenderal bea dan cukai dan dilampiri dengan invoice yang merupakan
kesatuan yang tak terpisahkan dengan PEB tersebut,
• SSP untuk
pembayaran PPN atas pemanfaatan BKP tidak berwujud dan atau JKP dari luar
daerah pabean.
3. WP yang perlu diwaspadai yang diindikasikan sebagai penerbit atau
pengguna faktur pajak fiktif, antara lain:
a. WP yang
menyampaikan SPT masa PPN, tetapi elemen data SPT beserta lampirannya tidak
dapat direkam karena WP tersebut tidak terdaftar sebagai PKP pada Master File
Lokal.
b. WP yang
sering pindah alamat atau selalu mengajukan permohonan pindah alamat,
c. WP non
efektif (NE)tiba-tiba aktif dan mempunyai jumlah penyerahan yang cukup besar,
d. WP yang
baru berdiri langsung mempunyai jumlah penyerahan besar, tetapi kurang bayarnya
relatif kecil,
e. WP-WP
yang pengurus dan komisarisnya terdiri dari orang yang sama,
f. WP-WP
yang akta pendirian badan hukumnya disahkan oleh Notaris yang sama dan
pendiriannya pada waktu yang bersamaan atau berdekatan, demikian juga dengan
nomor aktanya,
g. WP yang
melaporkan ju lah penyerahan yang tidak sebanding dengan jumlah modal atau
jumlah harta perusahaan,
h. WP yang
melakukan pembetulan SPT masa PPN yang mengakibatkan jumlah penyerahan yang
terutang PPN (pajak keluaran) menjadi besar dan atau jumlah pajak masukan
menjadi besar,
i. WP yang
melakukan usaha perdagangan dan melakukan penyrahan BKP yamng sangat beragam
sehingga tidak diketahui dengan pasti core business WO tersebut,
j. WP yang
jumlah pajak kurang bayarnya relatif kecil jika dibandingkan dengan jumlah
penyerahaan yang terutang PPN,
k. WP yang
melakukan rekayasa pembukuan,
l. WP yang
alamatnya tidak ditemukan, begitu pula alamat pengurusnya,
m. WP yang
SPT masa PPN-nya lebih bayar dan dikompensasi terus menerus, dan begitu
dilakukan pemeriksaan tidak ditemukan adanya persediaan,
SE-01/PJ.7/2002
Dalam melakukan pemeriksaan, Pemeriksa pajak harus
waspada atas beberapa tipe pelanggaran pajak yang dilakukan WP (PKP) terhadap
PPN dan PPnBM, antara lain:
1. Alamat atau tempat kedudukan WP, alamat pengurus palsu, tidak jelas,
todak sesuai dengan saat pengukuhan atau sering pindah alamat,
2. kegiatan PKP tidak ada, tidak jelas, tidak sesuai dengan pengukuhan,
3. Wajib pajak melakukan kegiatan sebagai PKP tetapi bukan/tidak/belum
dikukuhkan sebagai PKP,
4. Merendahkan atau melaporkan pajak keluaran, antaralain dengan cara:
a. Merendahkan atau tidak melaporkan hasil penyerahan
BKP/JKP secara lengkap,
b. Melaporkan ekspor yang sebenarnya adalah penjalan
lokal,
c. Melakukan ekspor fiktif,
d. Tidak memungut atau menyetor PPN keluaran atas
penyerahan yang terutang PPN,
e. Menunda pelaporan pajak keluaran,
f.
Merendahkan harga yang tercantum dalam faktur pajak dari harga penyerahan yang
sebenarnya,
g. Menggunakan rekening piutang pemegang saham sebagai
penerimaan penjualan,
h. Membuat retur penjualan fiktif,
i. Tidak melaporkan pemakaian sendiri dan pemberian
cuma-Cuma,
j. Tidak
menunjukan atau meminjamkan seluruh rekening koran yang menampung seluruh hasil
penjualan.
5. Minggikan pajak masukan dengan cara:
a. Meninggikan harga pembelian lokal maupun impor,
b. Mengkreditkan
pajak masukan dari pembelian barang-barang yang tidak mempunyai hubungan langsung
dengan kegiatan usaha,
c.
Meninggikan harga yang tercantuim dalam faktur pajak dari harga beli yang
sebenarnya,
d.
Melaporkan pembelian dari pengusahan non-PKP menjadi pembelian dari PKP atau
dengan cara mendapatkan faktur pajak masukan yang tidak dilakukan dalam
transaksi perolehan BKP,
e.
Mengkreditkan pajak masukan lebih dari satu kali,
f. Mengkreditkan
faktur pajak bermasalah,
g.
Mengkreditkan pajak masukan atas barang-barang modal dimana pajak masukan
dimaksud (pada sisi lain) juga diperhitungkan sebagai salah satu komponen harga
perolehan (cost) harta yang disusustkan dan atau mengkreditkan pajak masukan
dimana pajak masukan dimaksud juga diperhitungkan sebagai salah satu komponen
biaya (expense) yang dibebankan pada periode terjadinya,
h. Tidak
melaporkan nota retur pembelian dalam SPT masa PPN,
i. Melakukan
penyerahan barang impor ilegal dengan memungut PPN, dan pengkreditan faktur
pajak masukan bermasalah,
j. Mencari
faktur pajak keluaran dari PKP penjual atas transaksi yang dilakukan yang
seharusnya tidak terutang PPN,
k.
Mengkreditkan PPN impor yang dilakukan oleh importir atas barang indent yang
hanya mendapatkan fee seolah-olah barang impor tersebut milik importir sendiri.
6. Melakukan kesalahan akuntansi atau rekayasa pembukuan,
7. Mengkreditkan pajak masukan dari PKP fiktif atau pengusaha penerbit
faktur pajak bermasalah,
8. Mencermati faktur pajak yang cacat,
Sistem Konfirmasi Faktur Pajak Dengan Menggunakan
Aplikasi Sistem Informasi Perpajakan (SIP) Sistem ”konfirmasi PK-PM” dilakukan
dengan menggunakan sarana yang ada pada intranet DJP.
1. Hasil konfirmasi SIP dapat berupa;
a. PM yang
dilaporkan PKP pembeli sesuai dengan PK yang dilaporkan PKP penjual,
b. PM yang
dilaporkan PKP pembeli tidak sesuai dengan PK yang dilaporkan PKP penjual.
Ketidak sesuaian disebabkan antara lain karena kode seri dan nomor FP, tanggal
FP, dan atau jumlah PPN yang dipungutpada rekanan data FP-PKP pembeli berbeda
dengan yang dilaporkan PKP penjual,
c. Tidak ada
data pembanding, yang mungkin disebabkan PKP penjual belum atau tidak
melaporkan PK-nya atau KPP tempat PKP penjual diadministrasikan belum melakukan
perekaman,
d. PKP
pembeli belum melaporkan sebagai PM tetapi PKP penjual telah melaporkannya
OK-nya.
2. Hasil
konfirmasi sebagaiman adimaksud diatas, melalui sistem dibuatkan ”print out”
komputer sebagai berikut:
a. Daftar
PK-PM yang sudah sesuai,
b. Daftar
PK-PM yang tidak sesuai yang diakibatkan PKP pembeli belum melaporkan FP
sebagai PM,
c. Daftar
PK-PM yang mengandung elemen data yang tidak sesuaidan atau tidak ada data
pembanding dengan nilai PPN pada faktur pajak masukan yang dikreditkan oleh PKP
pembeli sebesar Rp. 500.000,00 atau lebih,
d. Daftar
PK-PM yang mengandung elemen data yang tidak sesuaidan atau tidak ada data
pembanding dengan nilai PPN pada faktur pajak masukan yang dikreditkan oleh PKP
pembeli sebesar kurang dari Rp. 500.000,00.
3. Tindak lanjut yang harus dilakukan:
1) Print out
daftar PK-PM yang sudah sesuai ditandatangani oleh:
• Kepala
seksi PPN dan PTLL dalam hal yang melakukan konfirmasi adalah KPP,
• Ketua kelopmok pemeriksa pajak dalam hal yang melakukan konfirmasi adalah
Pemeriksa Pajak,
• Kepala
bidang PPN dan PTLL dalam hal konfirmasi dilakukan oleh unit fungsional di
Kanwil, dalam rangka proses keberatan, dan berfungsi sebagai hasil konfirmasi.
Dengan adanya daftar ini maka hasil konfirmasi dinyatakan sudah terjawab, ada
dan sesuai.
2) Print out daftar PK-PM yang tidak sesuai
dan atau tidak ada data pembanding sebagaimana dimaksud pada point 2 huruf c
ditindak lanjuti dengan dilakukan klarifikasi ke KPP domisili Pembeli,
3) Apabila jawaban klarifikasi menyatakan :
a) ”ada dan
sesuai” dengan penjelasan bahwa:
• Faktur
pajak tersebut belum direkam KPP domisili PKP penjual,
• Faktur
pajak tersebut terlambat dilaporkan oleh PKP penjual,
Maka faktur
pajak tersebut dapat diperhitungkan sebagai pajak masukan yang dapat
dikreditkan.
b) ”tidak
ada” dengan penjelasan bahwa FP tersebut belum dilaporkan oleh PKP penjual dan
KPP domisili PKP penjual telah menerbitkan SKPKB atau SKPKBT. Atas FP tersebut
dapat diperhitungkan sebagai PM yang dapat dikreditkan,
c) ”tidak ada” denan penjelasan bahwa faktur pajak
tersebut tidak sah karena:
• Pengusaha
yang menerbitkan FP tersebut belum dikukuhkan sebagai PKP, atau
• PKP
penjual tidak pernah melakukan penyerahan BKP atau JKP kepada PKP pembeli yang
bersangkutan,
Maka FP
tersebut tidak dapat diperhitungkan sebagai PM yang dapat dikreditkan.
4) Apabila dalam jangka waktu 1 (satu bulan)
sejak tanggal permintaan klarifikasi jawaban klarifikasi belum/tidak diterima
maka FP yang dimintakan klarifikasi tersebut dapat diperhitungkan sebagai PM
yang dapat dikreditkan,
5) Daftar PK_PM sebagaimana tersebut
pada point 2 huruf b dan d tidak perlu dimintakan klarifikasi.
Sumber :