Selasa, 28 Agustus 2012

Peraturan Ekstensifikasi

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE - 06/PJ.9/2001

TENTANG

PELAKSANAAN EKSTENSIFIKASI WAJIB PAJAK DAN INTENSIFIKASI PAJAK

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Dalam rangka meningkatkan jumlah Wajib Pajak terdaftar dan mengoptimalkan penerimaan pajak, dipandang perlu untuk menegaskan hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan ekstensifikasi Wajib Pajak dan intensifikasi Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25, PPh Pasal 21, dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Sehubungan dengan hal tersebut, dengan ini disampaikan sebagai berikut :
1.
Pengertian
Dalam Surat Edaran ini yang dimaksud dengan:
1.1.
Ekstensifikasi Wajib Pajak adalah kegiatan yang berkaitan dengan penambahan jumlah Wajib Pajak terdaftar dan perluasan objek pajak dalam administrasi Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
1.2.
Intensifikasi pajak adalah kegiatan optimalisasi penggalian penerimaan pajak terhadap objek serta subjek pajak yang telah tercatat atau terdaftar dalam administrasi DJP, dan dari hasil pelaksanaan ekstensifikasi Wajib Pajak pada angka 1.1.
1.3.
Pemeriksaan adalah Pemeriksaan Sederhana Lapangan (PSL) yang dilakukan untuk tujuan lain dalam rangka pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan atau pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), dan atau untuk penentuan besarnya peredaran usaha ataupun jumlah pajak yang harus dibayar dalam tahun berjalan.
2.
Ruang lingkup pelaksanaan kegiatan ekstensifikasi Wajib Pajak dan intensifikasi pajak, meliputi:
2.1.
Pemberian NPWP dan atau pengukuhan sebagai PKP, termasuk pemberian NPWP secara jabatan terhadap Wajib Pajak PPh orang pribadi yang berstatus sebagai karyawan perusahaan, orang pribadi yang bertempat tinggal di wilayah atau lokasi pemukiman atau perumahan, dan orang pribadi lainnya (termasuk orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia atau orang pribadi berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan), yang menerima atau memperoleh penghasilan melebihi batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP);

2.2. Pemberian NPWP dilokasi usaha, termasuk pengukuhan sebagai PKP, terhadap orang pribadi pengusaha tertentu yang mempunyai lokasi usaha di sentra perdagangan atau perbelanjaan atau pertokoan atau perkantoran atau mal atau plaza atau kawasan industri atau sentra ekonomi lainnya;

2.3. Pemberian NPWP dan atau pengukuhan sebagai PKP terhadap Wajib Pajak badan yang berdasarkan data yang dimiliki atau diperoleh ternyata belum terdaftar sebagai Wajib Pajak dan atau PKP baik di domisili atau lokasi;

2.4. Penentuan jumlah angsuran PPh Pasal 25 dan atau jumlah PPN yang harus disetor dalam tahun berjalan, dimulai sejak bulan Januari tahun yang bersangkutan;

2.5. Penentuan jumlah PPN yang terutang atas transaksi penjualan dalam tahun berjalan, khususnya untuk PKP Pedagang Eceran, yang mempunyai usaha di sentra perdagangan atau perbelanjaan atau pertokoan atau perkantoran atau mal atau plaza atau sentra ekonomi lainnya.

3. Unit organisasi yang melaksanakan kegiatan ekstensifikasi Wajib Pajak dan intensifikasi pajak:

3.1. Seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI) pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) serta Kantor Penyuluhan Pajak yang berada diluar kota kedudukan KPP;

3.2. Dalam hal kegiatan ekstensifikasi Wajib Pajak dan intensifikasi pajak dimaksudkan untuk menghitung jumlah pajak yang terutang, Kepala KPP dapat menunjuk petugas pada Seksi PPh, Seksi PPN dan Pajak Tidak Langsung Lainnya, serta seksi lainnya di KPP untuk diperbantukan pada Seksi PDI dan atau Kantor Penyuluhan Pajak;

3.3. Khusus untuk pelaksanaan kegiatan ekstensifikasi Wajib Pajak dan intensifikasi pajak dalam tahun 2001, dilakukan oleh Tim atau Satuan Tugas yang dikoordinir oleh Kepala KPP dengan pengarahan dan pengawasan oleh Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) DJP.
4. Petugas pelaksana yang melaksanakan kegiatan ekstensifikasi Wajib pajak dan intensifikasi pajak adalah Petugas yang memenuhi kualifikasi sebagai pelaksana kegiatan ekstensifikasi Wajib Pajak dan intensifikasi pajak, meliputi:

4.1. Petugas yang ditunjuk oleh kepala KPP;

4.2. Petugas Kantor Penyuluhan Pajak yang ditunjuk oleh Kepala KPP;

4.3. Petugas lain yang ditunjuk oleh Kakanwil DJP.

5. Data yang digunakan untuk pelaksanaan kegiatan ekstensifikasi Wajib Pajak dan intesifikasi pajak meliputi data intern dan data ekstern, antara lain:

5.1. Pelanggan listrik untuk rumah tinggal dengan daya 6.600 Watt atau lebih;

5.2. Pelanggan telkom dengan pembayaran pulsa rata-rata perbulan Rp.300.000,- atau lebih;

5.3. Pemilik mobil dengan nilai Rp. 200.000.000,- atau lebih, atau pemilik motor dengan nilai Rp.100.000.000,- atau lebih;

5.4. Pemegang Paspor Indonesia, kecuali pemegang pasor Haji dan pemegang Paspor Tenaga Kerja Indonesia (tidak termasuk awak pesawat terbang atau kapal laut);

5.5. Tenaga Kerja Asing (expatriate) yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan;

5.6. Karyawan lokal kedutaan besar asing atau organisasi internasional;

5.7.  Pemilik tanah dan atau bangunan dengan Nilai jual Objek pajak (NJOP) Rp.1.000.000.000.- atau lebih berdasarkan data kartu jalan atau peta blok atau DHR atau data SPOP;

5.8. Data orang pribadi atau badan selaku penjual atau pembeli tanah dan atau bangunan dari laporan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) atau informasi dari Notaris dengan nilai Rp.60.000.000.- atau lebih;

5.9. Pemilik telepon selular pasca bayar;

5.10. Pemegang kartu kredit;

5.11. Pemegang polis atau premi asuransi;

5.12. Pemegang kartu keanggotaan Golf;

5.13. Artis;

5.14. Pemilik atau Penyewa ruang apartemen atau kondominium;

5.15. Pemilik kapal pesiar atau "yacht", "speed boat", dan pesawat terbang;

5.16. Pemilik saham yang diperdagangkan di pasar bursa;

5.17. Pemilik rumah sewa dan kost;

5.18. Pemegang saham, komisaris, direktur dan penerima dividen;

5.19. Pemilik atau penyewa atau pengguna dan pengelola ruangan pada sentra perdagangan atau perbelanjaan atau pertokoan atau perkantoran atau mal atau plaza atau kawasan industri atau sentra ekonomi lainnya.

5.20.  Subjek pajak yang berdasarkan data pada lampiran Surat Pemberitahuan (SPT), telah memenuhi syarat sebagai Wajib Pajak, tetapi belum mempunyai NPWP;

5.21. Data yang ditemukan pada pelaksanaan kegiatan PSL.
6. Pencarian data sebagaimana dimaksud pada angka 5 diatas, dilakukan oleh :

6.1. Untuk Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta:
6.1.1. Direktorat Informasi Perpajakan Kantor Pusat DJP, untuk data pada angka 5.1 sampai dengan angka 5.6;
6.1.2. KPP, untuk data pada angka 5.7 sampai dengan angka 5.21 dan data lainnya, dalam hal sumber data berada di wilayah KPP tersebut.

6.2.
Untuk Wilayah diluar Daerah Khusus Ibukota Jakarta, jika pada kota kedudukan Kanwil DJP terdapat lebih dari satu KPP:
6.2.1. Kanwil DJP, untuk data pada angka 5.1 sampai dengan angka 5.6;
6.2.2. KPP, untuk data pada angka 5.7 sampai dengan angka 5.21 dan data lainnya, dalam hal sumber data berada di wilayah KPP tersebut.

6.3. Untuk Wilayah diluar Daerah Khusus Ibukota Jakarta, jika pada kota kedudukan Kanwil DJP hanya terdapat satu KPP, dilakukan oleh KPP.

6.4.
Untuk Wilayah diluar Daerah Khusus Ibukota Jakarta, diluar kota kedudukan Kanwil DJP:
6.4.1. KPP, dalam hal sumber data berada di kota kedudukan KPP;
6.4.2. Kantor Penyuluhan Pajak, dalam hal sumber data berada di luar kota kedudukan KPP.

6.5. Khusus untuk data peta blok dan DHR sebagaimana dimaksud pada angka 5.7, KPPBB berkewajiban untuk menyampaikan ke KPP dalam wilayah kerja terkait. Dalam hal terdapat perubahan data DHR, KPPBB berkewajiban mengirimkan perubahan data tersebut kepada Kepala KPP terkait setiap akhir bulan;
7. Persiapan pelaksanaan kegiatan.
Agar pelaksanaan kegiatan ekstensifikasi Wajib Pajak dan intensifikasi pajak dapat dilakukan sesuai dengan tujuan yang diharapkan, maka pelaksanaan ekstensifikasi Wajib Pajak dan intensifikasi pajak harus direncanakan dengan sebaik-baiknya dengan ketentuan sebagai berikut:

7.1. KPP melakukan identifikasi terhadap data yang diperoleh pada angka 6 diatas, dan mencocokkannya dengan data Master File Lokal (MFL) melalui program Sistem Informasi Perpajakan (SIP);

7.2. KPP membuat daftar nominatif Wajib Pajak yang belum mempunyai NPWP dan atau Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (SP PKP) sesuai dengan data yang dimiliki, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I Surat Edaran ini;

7.3. KPP mempersiapkan sarana dan prasarana administratif yang diperlukan;

7.4. KPP melaksanakan koordinasi dengan instansi di luar DJP yang terkait dalam pelaksanaan kegiatan ekstensifikasi Wajib Pajak;

7.5. KPP membuat dan mengirimkan Pemberitahuan kepada Wajib Pajak yang terdapat dalam daftar nominatif dimaksud pada angka 7.2 dengan menggunakan formulir sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.1 (untuk Wajib Pajak di wilayah pemukiman) dan Lampiran II.2 (untuk Wajib Pajak di sentra perdagangan atau perbelanjaan atau pertokoan atau perkantoran atau mal atau plaza atau kawasan industri atau sentra ekonomi lainnya) Surat Edaran ini.
Pemberitahuan tersebut dikirim dengan melampirkan formulir surat jawaban Wajib Pajak (Lampiran III dan Lampiran IV Surat Edaran ini), formulir pernyataan Wajib Pajak mengenai besarnya peredaran usaha (Lampiran V Surat Edaran ini), formulir Surat Setoran Pajak, formulir SPT Masa PPN, formulir Pendaftaran Wajib Pajak, dan Leaflet Penyuluhan Pajak (Lampiran VI Surat Edaran ini);

7.6. Kakanwil DJP dapat menentukan prioritas pelaksanaan ekstensifikasi Wajib Pajak dan intensifikasi pajak;

7.7. Kakanwil DJP dapat menentukan besarnya nilai yang tercantum pada angka 5.1, 5.2, 5.3, 5.7, dan 5.8 disesuaikan dengan kondisi di wilayah masing-masing.
8. Pelaksanaan Ekstensifikasi Wajib Pajak.
Sesuai dengan tujuan kegiatan ekstensifikasi Wajib Pajak, prioritas utama kegiatan ekstensifikasi Wajib Pajak ditujukan untuk menambah jumlah Wajib Pajak dan atau PKP.

8.1. Atas Pemberitahuan yang dikirim kepada Wajib Pajak terdapat beberapa kemungkinan :


8.1.1. Wajib Pajak menanggapi dan bersedia untuk mendaftarkan diri dan diberikan NPWP dan atau dikukuhkan sebagai PKP dengan mengisi formulir pendaftaran Wajib Pajak dan atau PKP;
8.1.2. Wajib Pajak tidak menanggapi Pemberitahuan, walaupun Pemberitahuan telah diterima;
8.1.3. Wajib Pajak menanggapi Pemberitahuan dengan menyatakan bahwa yang bersangkutan tidak wajib memiliki NPWP dan atau belum perlu dikukuhkan sebagai PKP;
8.1.4. Wajib Pajak menanggapi Pemberitahuan dengan menyatakan bahwa yang bersangkutan sudah memiliki NPWP dan atau telah dikukuhkan sebagai PKP;
8.1.5. Wajib Pajak menanggapi Pemberitahuan dengan menyatakan bahwa yang bersangkutan sudah memiliki NPWP dan dikukuhkan sebagai PKP di KPP lainnya; atau
8.1.6. Wajib Pajak tidak menanggapi oleh karena Pemberitahuan kembali dari Kantor Pos (Kempos).

8.2. Terhadap Wajib Pajak yang berusaha di sentra perdagangan atau perbelanjaan atau pertokoan atau perkantoran atau mal atau plaza atau sentra ekonomi lainnya, seluruhnya dilakukan PSL.

8.3. Terhadap Wajib Pajak selain yang dimaksud dalam angka 8.2. sepanjang memenuhi keadaan dimaksud pada angka 8.1.1. dilakukan proses pemberian NPWP dan atau pengukuhan sebagai PKP sesuai ketentuan yang berlaku.

8.4. Terhadap Wajib Pajak selain yang dimaksud dalam angka 8.2. sepanjang memenuhi keadaan dimaksud pada angka 8.1.2, oleh Seksi PDI data Wajib Pajak tersebut diteruskan ke Seksi Tata Usaha Perpajakan untuk dilakukan proses pemberian NPWP dan atau pengukuhan sebagai PKP secara jabatan sesuai dengan tata cara yang sudah ditentukan.

8.5. Terhadap Wajib Pajak selain yang dimaksud dalam angka 8.2 sepanjang memenuhi keadaan dimaksud pada angka 8.1.3 dan angka 8.1.6, dilakukan PSL.

8.6. Terhadap Wajib Pajak selain yang dimaksud dalam angka 8.2. sepanjang memenuhi keadaan dimaksud pada angka 8.1.4 dan 8.1.5, dilakukan pencocokan dengan data MFL:
8.6.1. Dalam hal Wajib Pajak telah terdaftar dengan nama dan alamat domisili Wajib Pajak sesuai dengan MFL, dilakukan updating dalam daftar dimaksud pada angka 7.2 dengan membubuhkan catatan bahwa Wajib Pajak sudah terdaftar dan sekaligus mencantumkan NPWP dalam kolom keterangan;
8.6.2. Dalam hal Wajib Pajak telah terdaftar namun nama dan alamatnya berbeda dengan data MFL, dilakukan PSL;
8.6.3. Dalam hal Wajib Pajak ternyata belum terdaftar, dilakukan PSL.
9. Pelaksanaan intensifikasi pajak.
Kegiatan intensifikasi pajak dan atau pelaksanaan ekstensifikasi Wajib Pajak yang dilakukan melalui pemeriksaan harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

9.1. Dalam hal ditemukan kewajiban untuk melakukan pembayaran PPh dan atau PPN dalam tahun berjalan, kegiatan pemeriksaan dilanjutkan dengan penerbitan Surat Tagihan Pajak (STP) PPh dan atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) PPN, dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
9.1.1. Apabila kewajiban perpajakan telah ada sejak awal tahun dilakukan pemeriksaan, STP PPh dan atau SKPKB PPN yang diterbitkan meliputi bulan Januari sampai dengan bulan terakhir sebelum dilakukan pemeriksaan dalam tahun yang bersangkutan (tidak termasuk bulan dilakukannya pemeriksaan);
9.2.2. Apabila kewajiban perpajakan timbul setelah awal tahun dilakukannya pemeriksaan, STP PPh dan atau SKPKB PPN yang diterbitkan meliputi bulan sejak timbulnya kewajiban perpajakan sampai dengan bulan terakhir sebelum dilakukan pemeriksaan dalam tahun yang bersangkutan (tidak termasuk bulan dilakukannya pemeriksaan).

9.2. Dalam hal ditemukan adanya kewajiban perpajakan tahun-tahun sebelumnya (sepanjang belum melewati batas daluarsa penetapan pajak), agar dibuatkan usulan pemeriksaan khusus.

9.3. Terhadap Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu, supaya diberikan penjelasan mengenai kewajiban menghitung dan membayar angsuran PPh pasal 25 sebesar 1% dari peredaran usaha disetiap lokasi usaha-nya. Dalam pelaksanaan Surat Edaran ini, pembayaran sebesar 1% juga berlaku terhadap Wajib Pajak yang menyatakan hanya mempunyai satu gerai/outlet. Dalam hal Wajib Pajak dapat membuktikan kemudian bahwa gerai/outlet tersebut merupakan satu-satunya tempat usaha yang dimiliki, maka pembayaran 1% tersebut dapat diperhitungkan dalam SPT Tahunan untuk tahun yang bersangkutan.

9.4. Dalam hal Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu juga memenuhi persyaratan untuk dikukuhkan sebagai PKP Pedagang Eceran, supaya diberikan penjelasan mengenai kewajiban menghitung dan membayar PPN masa sebesar 2% dari peredaran usaha untuk setiap masa pajak.

9.5. Tata cara penentuan besarnya peredaran usaha dalam rangka menghitung besarnya pembayaran angsuran PPh pasal 25 dalam tahun berjalan dilakukan berdasarkan ketentuan yang berlaku.

10. Pelaksanaan ekstensifikasi Wajib Pajak dan intensifikasi pajak pada tahun 2001.
Khusus untuk tahun 2001, pelaksanaan ekstensifikasi Wajib Pajak dan intensifikasi pajak dilakukan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

10.1. Terhadap Wajib Pajak yang berusaha di sentra perdagangan atau perbelanjaan atau pertokoan atau perkantoran atau mal atau plaza atau sentra perdagangan lainnya, seluruhnya dilakukan PSL sebagaimana dimaksud pada angka 8.2;

10.2. Kegiatan sebagaimana dimaksud pada angka 10.1 akan merupakan kegiatan pendataan ulang terhadap wajib pajak (updating data) yang dilakukan setiap tiga tahun sekali atau ditentukan lain oleh Kakanwil DJP, sesuai dengan kondisi wilayah atau perkembangan ekonomi.

11. Pengawasan.
Dalam rangka pengawasan kegiatan ekstensifikasi Wajib Pajak dan intensifikasi pajak agar berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, pelaksana kegiatan diwajibkan memonitor pelaksanaan kegiatan tersebut, dengan ketentuan sebagai berikut :

11.1. Setiap tim pelaksana kegiatan ekstensifikasi Wajib Pajak dan intensifikasi pajak, secara berkala membuat laporan hasil pelaksanaan kegiatan ekstensifikasi Wajib Pajak dan intensifikasi pajak untuk dikompilasi oleh Kepala Seksi PDI, dengan bentuk sebagaimana terlampir pada Lampiran VII Surat Edaran ini.

11.2. Kepala Kantor Penyuluhan Pajak bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan ekstensifikasi Wajib Pajak dan intensifikasi pajak di wilayahnya, dan secara periodik melaporkan hasil kegiatan ekstensifikasi Wajib Pajak dan intensifikasi pajak tersebut kepada Kepala KPP atasannya, dengan menggunakan bentuk laporan sebagaimana terlampir pada Lampiran VIII Surat Edaran ini.

11.3. Kepala KPP bertanggung jawab untuk mengawasi pelaksanaan kegiatan ekstensifikasi Wajib Pajak dan intensifikasi pajak di wilayahnya, dan secara periodik melaporkan hasil kegiatan ekstensifikasi Wajib Pajak dan intensifikasi pajak tersebut kepada Kakanwil DJP atasannya, dengan menggunakan bentuk laporan sebagaimana terlampir pada Lampiran IX Surat Edaran ini.

11.4. Kakanwil DJP bertanggung jawab untuk mengarahkan dan mengawasi pelaksanaan kegiatan ekstensifikasi Wajib Pajak dan intensifikasi pajak di wilayahnya, dan secara periodik melaporkan hasil kegiatan ekstensifikasi Wajib Pajak dan intensifikasi pajak tersebut kepada Direktur Jenderal Pajak cq. Direktorat Informasi Perpajakan, dengan menggunakan bentuk laporan sebagaimana terlampir pada Lampiran X Surat Edaran ini.

12. Terhitung sejak tanggal Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini, maka Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak yang berkaitan dengan pelakasanaan ekstensifikasi Wajib Pajak yang diterbitkan sebelumnya dan bertentangan dengan Surat Edaran ini, dinyatakan tidak berlaku lagi.

Demikian untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.




DIREKTUR JENDERAL,
ttd.
HADI POERNOMO

Dokumen ini dibuat secara spesifik untuk www.ortax.org

Pelaksanaan Pengamatan dan Penyidikan Pajak


Pelaksanaan pengamatan
1. Persiapan pengamatan
Persiapan pengamatan meliputi kegiatan penerimaan informasi dan kegiatan pendahuluan sebelum dilakukan pengamatan, kegiatan penerimaan informasi antara lain:

a. Data, informasi, laopran, dan atau pengaduan yang diterima secara tertulis dicatat dalam buku penerimaan data, informasi, laporan dan atau pengaduan.
b. Data informasi, laporan, dan atau pengaduan yang diterima secara lisan dituliskan dalam formulir penerimaan data, informasi, lapotran, dan atau pengaduan, serta dicatat dalam bukuk penerimaan data, informasi, laporan, dan atau pengaduan.
c. Data, informasi, laporan, dan atau pengaduan, baik yang tertulis maupun lisan, diteruskan kepada pejabat atasannya untuk dianalisa dan diproses tindak lanjutnya, berupa dilakukan atau tidak dilakukan tindakan pengamatan.

*      Petugas pengamatan sebelum melaksanakan tugasnya terlebih dahulu:
a. Mempelajari dengan seksama data, informasi, lapran atau pengaduan
b. Menyiapkan sarana untuk keperluan tugas pengamatan(tanda pengenal dan surat perintah pengamatan)
c. Menyiapkan surat permintaan data, informasi atau keterangan perpajakan(bersifat rahasia) kepada kepala KPP tempat objek pengamatan berada atau terdaftar
d. Mempelajari berkas wajib pajak dan berkas data yang ada pada administrasi KPP terkait
e. Petugas pengamat sebaiknya memfotokopi dokumen-dokumen yang berkaitan dengan data wajib pajak dalam berkas untuk melengkapi berkas hasi pengamatan
f. Membuat rencana atau jadwal pelaksanaan pengamatan
2. Pelaksanaan pengamatan
a. Melaksanakan pengamatan di lapangan dengan megumpulkan data, keterangan atau informasi sebanyak-banyaknya, sebaiknya di lengkapi dengan dokumen penunjang yang berbentuk fisik
b. Meneliti kecocokan antara informasi, data laporan, atau pengaduan dengan data subjek pajak, SPT PPh, SPT mada PPN
c. Membuat analisis dan perbandingan yang diperlukan apabila ada data lain yang ada hubungannya dengan objek yang diamati
d. Membuat ringkasan atau resume hasil pengamatan

3. Pelaporan Hasil Pengamatan
Hasil pengamatan dituangkan dalam laporan pengamatan. Laporan pengamatan sedapat mugkin dilengkapi dengan gambar situasi mengenai tempat atau ruangan yang diamati, seperti letak meja direktur atau pimpinan, letak lemari besi, letak penyimpanan dokumen atau pembukuan, dan lain-lain. Laporan pengamatan harus disusun sedemikian rupa sehingga dapat digunakan sebagai dasar penentuan tindak lanjutnya, yaitu berupa:
a. Pemeriksaan bukti permulaan
b. Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan WP
c. Diarsipkan, sepanjang tidaka ada tindak lanjutnya
 Laporan pengamatan di buat sekurang-kurangnya 2 (dua) rangkap, satu rangkap untuk pejabat pemberi perintah dan satu rangkap untuk arsip kantor.
*      Sasaran pengamatan
Pengamatan dapat dilakukan terhadap orang pribadi maupun badan yang berdasarkan data, informasi, laporan, dan atau pengaduan di duga melakukan tindak pidana di bidang perpajakan. Sasaran pengamatan antara lain:
a. Alamaa rumah, tempat kedudukan, alamat kantor atau alamat usaha
b. Kegiatan usaha WP
c. Susunan keluarga
d. Barang bergerak dan tidak bergerak yang dimiliki atau yang dikuasai oleh WP maupun keluarganya
e. Hubungan usaha dengan pihak ketiga lainnya

Dalam hal pengamatan dilakukan terhadap badan hukum, sasarannya antara lain:
a. Alamat atau domisili kantor, baik pusat maupu cabang-cabangnya, termasuk tempat usaha seperti pabrik, gudang, bengkel, dan sebagainya
b. Alamat atau tempat kedudukan para pengurus dan para pengurus daan para pemegang saham, baik yang tertera dalam akte pendirian beserta perubahannya maupun yang tercantum dalam SPT
c. Kegiatan perusahaan yang sebenarnya, jenis usaha dan hubungan usaha dengan pihak ke tiga
d. Apabila dianggap perlu, pengamatan juga dapat dilakukan terhadap pihak-pihak yang memiliki hubungan usaha dengan WP melalui wawancara dan permintaan keterangan

PERSIAPAN DAN PEMBERITAHUAN DIMULAINYA PENYIDIKAN
Setelah menerima Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan, penyidik pajak mempelajari Laporan Pemerikasaan Bukti Permulaan tersebut kemudian membuat ringkasan hasil pemeriksaan bukti permulaan meliputi modus operandi, kerugian pada pendapatan Negara, calon tersangka dan saksi serta membuat laporan kejadian.
Laporan kejadian beserta laporan hasil pemerikasaan bukti permulaan tersebut disampaikan kepada direktur P4 (Pemeriksaan, Penyidiakn dan Penagihan Pajak) atau ke kepala kanwil DJP atau Kepala Kantor Unit Pelaksana Pemeriksaan melalui atasannya.
Setelah kedua laporan tersebut dipelajari, direktur P4 atau kepala kanwil DJP akan memberikan pendapat dan usulan kepada dirjen pajak untuk dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan. Keputusan dirjen pajak dapat berupa perintah dilakukannya penyidikan pajak atau sebaliknya tidak dilanjutkan ke penyidikan.
Apabila hasil pemeriksaan bukti permulaan tidak dilanjutkan dengan penyidikan pajak maka diterbitkan SKP sebagai produk hokum pemeriksaan bukti permulaan. Penerbitan SKP diawali dengan pembahasan akhir hasil pemeriksaan (closing conference) dengan wajib pajak dan mengirimkan nota perhitungan pajaknya ke kepala KPP tempat WP terdaftar.
Apabila hasil pemeriksaan bukti permulaan dipandang perlu dditindaklanjuti dengan penyidikan, Dirjen pajak setelah mempertimbangkan usul dan pendapat dari Dir P4 dan atau kepala kanwil DJP kepala karikpa, menerbitkan instruksi untuk melakukan penyidikan pajak. Berdasarkan instruksi tersebut diterbitkan Surat perintah penyidikan yang ditanda tangani oleh Dir P4 atau kepala kanwil DJP.

*      Pemberitahuan dimulainya penyidikan
Secara material, tindakan penyidikan dimulai sejak dilakukanya upaya paksa oleh penyidik pajak yaitu bermula dari tindakan hokum yang menyangkut pembatasan atau pengekangan hak asasi seseorang yang diduga sebagai tersangka tindak pidana perpajakan.
Secara formal, penyidikan dimulai sejak disampaikannya Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan ke jaksa atau penuntut umum melalui penyidik POLRI, dengan dilampiri laporan kejadian dan fotokopi surat perintah penyidikan. Pemberitahuan dimulainya penyidikan juga disampaikan kepada wajib pajak dengan Surat Pemberitahuan Penyidikan. Dalam hal penyidikan dilakukan oleh Dir P4, Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan disampaikan kepada Kejaksaan Agung melalui mabes POLRI. Dalam hal penyidikan dilakukan oleh Kanwil DJP, Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan disampaikan kepada Kejaksaan tinggi melalui Kepolisian Daerah setempat.

PELAKSANAAN PENYIDIKAN
A.PENCEGAHAN
Tindakan pencegahan dilakukan jika ada kemungkinan tersangka atau saksi akan melarikan diri ke l;uar negeri sehingga dapat menganggu proses penyidikan. Upaya pencegahan ini dapat diajukan dengan mengajukan permohonan ke jaksa agung melalui Menteri Keuangan sebagaiman diatur dalam Kep Dirjen Nomor 272/pj./2002 tanggal 17 Mei 2002, dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Penyidik pajak mengusulkan kepada Dirjen Pajak untuk meminta bantuan kepada jaksa agung RI agar melakukan pencegahan terhadap tersangka atau saksi yang diduga akan melarikan diri ke luar negeri,
2. Dirjen pajak akn meneruskan usulan pencegahan tersebut kepada menteri keuangan,
3. Menteri keuangan selanjutnya mengajukan permohonan pencegahan kepada Jaksa Agung,
4. Setelah jaksa agung menerima dan mempertimbangkan permohonan pencegahan dari menteri keuangan, Jaksa agung RI akan meminta Menteri Kehakiman dan HAM RI untuk melakukan pencegahan yang pelaksanaanya dilakukan oleh Dirjen Imigrasi pada pelabuhan udara dan laut tempat pemberangkatan ke luar negeri.

Jangka waktu pencegahan akan ditentukan sesuai dengan keputusan jaksa agung RI. Dalam menentukan jangka waktu pencegahan, Jaksa agung akan mempertimbangkan urgensi pencegahannya dengan berkonsultasi dengan menteri terkait. Apabila tindakan pencegahan tidak diperlukan lagi karena kasusnya sudah selesai atau perkaranya sudah mendapat putusan deri pengadilan, maka keputusan pencegahannya dicabut.

B. PEMERIKSAAN DI TEMPAT TERTENTU atau PENGGELEDAHAN
Persiapan :
a. Penyidik pajak membuat Surat Permintaan Izin pemeriksaan di Tempat tertentu atau penggeledahaan, ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri di dalam wilayah mana objek penggeledahaan itu berada.
b. Menerbitkan Surat Perintah pemeriksaan di Tempat tertentu/penggeledahaan yang ditandatangani oleh atasan structural penyidik pajak yang sudah di angkat menjadi penyidik pajak, Surat Perintah pemeriksaan di Tempat tertentu/penggeledahaan ditandatangani oleh Pejabat Eslon II.
Surat Perintah pemeriksaan di Tempat tertentu/penggeledahaan diterbitkan setelah memperoleh izin tertulis dari ketua pengadilan negeri setempat dan dibuat rangkap 9 (sembilan) dengan penggunaan sebagai berikut :
1. 1 (satu) lembar untuk penyidik pajak
2. 1 (satu) lembar untuk ketua pengadilan negeri setempat
3. 6 (enam) lembar untuk berkas perkara
4. 1 (satu) lembar untuk arsip
Surat perintah tersebut dicatat dalam buku Surat Perintah pemeriksaan di Tempat tertentu/penggeledahaan.
c. Dalam keadaan sangat perlu dan mendesak, Surat Perintah pemeriksaan di Tempat tertentu/penggeledahaan dapat diterbitkan dan diberlakukan sebelum ada izin dari ketua Pengadilan Negeri setempat.

Pelaksanaan:
a. Pemeriksaan di Tempat tertentu/penggeledahaan dilakukan oleh penyidik pajak yang nama dan identitasnya tercantum dalam Surat Perintah pemeriksaan di Tempat tertentu/penggeledahaan .

b. Penyidik pajak terlebih dahulu menunjukan Surat Perintah pemeriksaan di Tempat tertentu/penggeledahaan kepada tersangka atau orang lain yang berada di tempat tersebut dan menjelaskan maksud kedatangannya.

c. Tempat/sasaran yang diperiksa sesuai dengan yang tercantum dalam Surat Perintah pemeriksaan di Tempat tertentu/penggeledahaan .
Tempat/sasaran yang diperiksa dapat berupa :
1. Tempat usaha, termasuk kantor, gudang,dan pabrik
2. Rumah tinggal tersangka
3. Tempat lain dari tersangka bertempat tinggal, berdiam atau berada
4. Tempat lain yang diduga terdapat bahan bukti tindak pidana di biadng perpajakan yang dilakukan.

d. Penyidikan pajak dalam melakukan pemeriksaan di Tempat tertentu/penggeledahaan dapat dibantu oleh petugas pajak lainnya. Pemeriksaan di tempat tertentu/ penggeledahan terhadap tempat/sasaran yang berada di wilayah hukum penyidik pajak yang melakukan pemeriksaan di tempat tertentu / penggeledahan, pelaksanaannya dapat dibebankan kepada penyidk pajak didalam wilayah mana pemeriksaan diwilayah tertentu/penggeledahan akan dilakukan, dengan tetap memperhatikan ketentuan yang berlaku.

e. Pemeriksaan di Tempat tertentu/penggeledahaan dapat dilakukan mulai pukul 08.00 s.d pukul 18.00. Apabila sampai pukul 18.00 pemeriksaan ditempat tertentu/ penggeledahan tersebut tidak dapat diselesaikan, maka dilakukan penyegelan dan dibuka kembali pada keesokan harinya. Tatacara penyegelan sesuai KMK No.380/KMK.04/1989 tanggal 20 April 1989 tentang tatacara penyegelan dalam rangka pemeriksaan di bidang perpajakan.

f. Selama Pemeriksaan di Tempat tertentu/penggeledahaan berlangsung, untuk kelancaran, keamanan, dan ketertiban, penyidik pajak dapat memerintahkan kepada setiap orang yang berada ditempat tertentu di tempat tersebut untuk tidak meninggalkan tempat dan dapat diatur penjagaan atau penutupan tempat yang bersngkutan atau penutupan tempat yang bersngkutan.

g. Pemeriksaan di Tempat tertentu/penggeledahan dilakukan dengan disksikan oleh 2 (dua) orang saksi, satu diantaranya adalah pejabat pemerintah daerah setempat.
h. Dalam hal tersangka atau orang yang berada di tempat tertentu tersebut tidak menyetujui atau tidak hadir, maka pemeriksaan di tempat tertentu/ penggeledahaan tersebut tetap dilakukan dengan disaksikan oleh 2 (dua) oang saksi, satu orang di antarnya adalah pejabat pemerintah daerah setempat.

i. Pelaksanaan pemeriksaan di tempat tertentu/penggeledahan haus dibuat Berita Acara Pemeriksaan di tempat tertentu/ penggeledahan dengan memperhatikan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

1. Berita Acara harus memuat uraian tentang pelaksanaan dan hasil pemeriksaan di tempat tertentu/penggeledahan. Apabila diperlukan lampiran, maka lampiran tersebut harus ditandatangani oleh semua penandatangan Berita acara.

2. Berita acara sebelum ditandatangani, terlebih dahulu dibacakan kepada yang bersnagkutan, kemudian diberi tanggal dan ditandatangani poleh penyidik paja maupun tersngka atau orang yang berada di tempat tersebut dan para saksi.

3. Dalam hal tersagka atau orang yang berada didaerah tertentu tersebut tidak mau membubuhkan tandatangannya, hal itu di cantumkan dalam berita acara dengan menyebutkan alasannya.

4. Berita acara dibuat rangkap 10 (sepuluh) dengan ketentuan sebagai berikut :
a. 1 (satu) lembar untuk tersangka atau orang yang berada ditempat tertentu tersebut yang disampaikan dengan buku ekspedisi dan penerima membubuhkan nama jelas, jabatan, tandatangan, saat, hari, dan tanggal diterimanya pada buku ekspedisi tersebut.
b. 1 (sau) lembar untuk ketua pengadilan negeri setempat yang disampaikan dengan surat pengantar dan memakai buku ekspedisi.
c. 1 (satu) lembar untuk pejabat pemerintah daerah setempat yang disampaikan dengan memakai buku ekspedisi.
d. 6 (enam) lembar untuk berkas perkara.
e. 1 (satu lembar untuk arsip.

5. Dalam keadaan sangat perlu dan mendesak, hasil pelaksanaan pemeiksaan di tempat tertentu/ penggeledahan di buat berita acara pemeriksaan di tempat tertentu/ penggeledahan dalam keadaan sangat perlu dan mendesal

j. Hasil pelaksanaan pemeriksaan di tempat tertentu/ penggeledahan dalam keadaan sangat perlu dan mendesak harus dimintakan persetujuan dari pengadilan negeru setempat dalam jangka waktu 2×24 ( dua kali dua puluh empat) jam (hari kerja) setelah hari dilakukan penggeledahan tersebut. Surat perintah permintaan persetujuan tersebut harus dilampiri Berita acara pemeriksaan di Tempat tertentu/ penggeledahan dimaksud.

C. PENYITAAN BAHAN BUKTI
Persiapan:

1. Mengajukan permintaan kepada ketua Pengadilan Negeri setempat untuk memperolej surat izin penyitaan dengan dilampiri Resume Laporan tindak pidana di bidang perpajakan.

2. Menerbitkan surat perintah penyitaan setelah memperoleh izin penyitaan tertulis dari ketua pengadilan negeri setempat. Surat perintah penyitaan dibuat rangkap 12 (dua belas) dengan pembagian sebagai berikut :
a. 6 (enam) lembar untuk berkas perkara
b. 1 (satu) lembar untuk tersangka
c. 1(satu) lembar untuk Ketua Pengadilan Negeri setempat
d. 1 (satu) lembar untuk pemilik/orang/keluargaya/instansi/lembaga darimana
benda/barang tersebut disita
e. 1(satu) lembar untuk penyidik pajak
f. 1 (satu) lembar untuk petugas penanggung jawab dan penyimpan bahan bukti.
g. 1(satu) lembar untuk arsip

3. Dalam keadaan sangat perlu dan mendesak, dimana tindakan penyitaan saangat perlu dilakukan, maka surat perintah penyitaan dalam keadaan sangat perlu dan mendesak dapat diterbitkan dan diberlakukan sebelum ada izin dari ketua pengadilan negeri setempat

4. Dalam hal penyitaan dilakukan di lebih dari satu wilayah hukum pengadilan negeri maka izin penyitaan hatus dimintakan dari masing-masing ketua pengadilan negeri dimana penyitaan akan dilakukan. Dalam keadaan sangat perlu dan mendesak, penyitaan dapat dilakukan dahulu baru kemudian segera dimintakan persetujuan dari ketua pengadilan negeri yang bersnnagkutan.

5. Mempersiapkan petugas pelaksana dan peralatan yang diperlukan, termasuk pengangkutan dan pengawasan benda sitaan.

6. Menentukan buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan kegiatan wajib pajak yang harus disita.

Pelaksanaan :
1. Menghubungi pejabat Pemda setempat untuk diminta menjadi saksi dalam tindakan penyitaan itu.
2. Sebelum dilakukan penyitaan, petugas penyita harus menunjukan tanda bukti diri dan surat perintah penyitaan kepada orang/wajib pajak/wakil/pegawainya.
3. Sesaat sebelum dilakukan penyitaan, petugas membrikan penjelasaan kepada pihak wajib pajak mengenai alas an dilakukannya penyitaan.
4. Penyitaan dilakukan oleh palin sedikit 2 (dua) orang yang terdiri dari seorang penyidik pajak dan seorang pegawai DJP lainnya. Penyitaan terhadap objek penyitaan yang berda di luar wilayah hokum penyidik pajak yang melkukan penyitaan, pelaksaannya dapat dibebankan kepada penyidik pajak didalam wilayah mana penyitaan akan dilakukan, dengan tetap memperhatikan ketentuan yang berlaku.
5. Benda-benda yang dapat disitta adalah benda-benda yang telah/sedang/akan dipergunakan baik secara langsung maupun tidak langsung unutk melakukan tindak pidan di biadang perpajakan yang dilakkukan oleh tersangka antara lain meliputi “
a. Neraca dan daftar rugi/laba
b. Buku besar
c. Buku jurnal
d. Buku pembantu
e. Bukti-bukti pembelian dan penjualan
f. Kontrak-kontrak
g. Rekening koran
h. Kartu-kartu yang berhubungan dengan pembukuan
i. Not-nota debet dan kredit
j. Vouchers/bukit-bukti pembukuan lainnya
k. Document-dokument dan catatan lain sebagai bahan pembuktian termasuk paket, surat dan benda kiriman.
l. SPT beserta lampirannya
m. Bukti-bukti setoran pajak
n. Catatan-catatan lain behubungan dengan kegiatan wajib pajakperangkat lunak dan perangkat keras komputer

6. Buku-buku, document-dokument, dan catatan-catatan lain lain tentang kegiatan wajib pajak yang disita harus diperlhatkan kepada wajib pajak/ wakil/ pegawainya dengan disksikan kepada pejabat pemda setempat beserta seorang saksi lainnya.

7. Dalam hal penyitaan dilakukan dalam keadaan sangat perlu dan mendesak, maka segera setelah hari terakhirpenyitaan dalamwaktu paling lambat 2×24 jam (hari kerja) harus segera dilaporkan kepada ketua pengadilan negeri setempat untuk mendapat persetujuan penyitaan, dengan mengajukan surat permohonan persetujuan penyitaan di tempat tertentu dalam keadaan sangat perlu dan mendesak dengan melampirkan :
a. Surat perintah penyidikan
b. Surat perintah penyitaan dalam keadaan sangat perlu dan mendesak
c. Resume tentang terjadinya tindak pidana di bidang perpajakan
d. Berita acara penyitaan beserta lampirannya.

8. Apabila masih terdapa barang bukti di luar barang yang telah disitayang berada di tangan orang lain/keluarganya/instansi/lembaga, maka penyidik pajak dapat menerbitkan surat perintah penyerahan benda untuk disita. Atas dasar surat perintah tersebut, mereka wajib menyerahkan bahn-bahan bukti tersebut kepada penyidik pajak untuk disita. Atas penyerahan barang-barang tersebut,dibuat surat tanda penerimaan rangkap 11 (sebelas) dengan pembagian sebagai berikut :
a. 1 (satu) lembar untuk tersangka/ keluarga /instansi/lembaga darimana benda itu diterima untuk disita.
b. 1(satu) lembar untuk pemda setempat yang menyaksikan penyerahan barang bukti yang disita
c. 1(satu) lembar untuk penyidik pajak
d. 1 (satu) lembar untuk ketua pengadilan negeri setempat
e. 1 (satu) lembar untuk penanggung jawab dan penyimpanan bahan sitaan
f. 6 (enam) lembar untuk berkas perkara

9. Penyitaan surat lain :
a. Diperlukan surat izin khusus ketua pengadilan negeri setempat
b. Penyidik pajak secara tertulis meminta kepada kepla kantor pos telekomunikasi atau perusahaan komunukasi atau transportasi, agar menyerahkan “surat lain” yang diperlukan
c. Atas penyeraahan “sura lain” tersebut , penyidik pajak membuat surat tanda penerimaan.
d. Pembukaan “surat lain” dilakukan dengan cara merobek salah satu sisi sampul surat sedemikian rupa sehingga tidak merusak isi surat atau tulisan yang ada dalam sampul.
e. Apabila setelah dibuka dan diperiksa ternyata memiliki hubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan yang sedang diperiksa maka akan segera di lakukan penyitaan terhadap surat tersebut
f. Apabila tidak memiliki hubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan maka di cap “TELAH DIBUKA OLEH PENYIDIK” dengan di bubuhi tanggal,tandatangan,nama dan pangkat penyidik, kemudian dikembalikan ke pihak yang bersangkutan dengan dibuat tanda bukti penyerahan kembali.
g. Surat lain yang tidak disita ditutup kembali dengan cara merekatkan kertas dengan lem sedemikan rupa sehingga tidak mudah untuk dilepaskan kembali, dan dicap di kedua sisi sampul yang berbeda.
h. Dibuat berita acara pembukaan, pemeriksaan dan penyitaan surat lain, ditandatangani oleh penyidik pajak kepala instansi yang bersangkutan, di buat rangkap 9 (Sembilan ):
a) A (satu) lembar untuk kepala instansi terkait
b) 1 (satu) lembar untuk tersangka
c) 1 (satu) lembar untuk ketua pengadilan negeri setempat
d) 6 (enam) lembar untuk berkas perkara

10. Hal-hal yang perlu di perhatikan:
a. Membuat daftar barang yang disita dan member nomor urut pada barang sitaan
b. Membuat Berita Acara Penyitaan sebanyak 11 eksemplar
c. Berita Acara Penyitaan harus ditandatangani oleh :
Ø  Penyidik pajak
Ø  Pemilik / kuasa pemilik benda sitaan
Ø  2 orang saksi (satu dari Pejabat Pemerintah Daerah setempat)
d. Jika pemilik/kuasa pemilik tidak bersedia menandatangani Berita Acara Penyitaan, maka penyidik pajak member catatan khusus atas kejadian tesebut

11. Penanganan bahan bukti :
a. Disimpan di tempat khusus di Direktorat Pemeriksaan Pajak
b. Diserahkan kepada petugas khusus yang bertanggung jawab dilampiri dengan Berita Acara Penyitaan dan Berita Acara Penerimaan Barang
c. Penyidik pajak menyortir dan mengelompokkan menurut jenis, macam dan jumlah barang bukti
d. Setiap peminjaman/pengembalian barang bukti harus menggunakan surat peminjaman

D. PEMANGGILAN TERSANGKA DAN SAKSI
1. Surat Panggilan
a. Surat panggilan dibuat dan diisi sesuai dengan petunjuk pengisiannya dalam rangkap 9 (sembilan) dengan pembagian sebagai berikut :
- 6 (enam) lembar untuk berkas perkara
- 1 (satu) lembar untuk yang dipanggil
- 1 (satu) lembar untuk petugas atau Penyidik Pajak
- 1 (satu) lembar untuk arsip
b. Surat panggilan ditandatangani oleh Penyidik Pajak dan dibubuhi cap dinas, kemudian dicatat dalam Buku Surat Panggilan

2. kehadiran

3. di luar wilayah hukum
a. Apabila tersangka atau saksi yang dipanggil berdiam atau bertempat tinggal di luar wilayah hukum Penyidik Pajak yang melaksanakan penyidikan maka dapat dimintakan bantuan Penyidik Pajak di wilayah hukum di tempat tersangka atau saksi tersebut bertempat tinggal untuk memanggil dan memeriksa tersangka serta meminta keterangan dari saksi
b. Dalam hal penyidikan harus dilakukan di luar wilayah hukum Penyidik Pajak yang melakukan penyidikan, pemanggilan tersangka atau saksi dilakukan oleh Penyidik Pajak setempat, sedangkan pemeriksaan tersangka dan permintaan keterangan dari saksi dilakukan oleh Penyidik Pajak yang melakukan penyidikan dengan didampingi oleh Penyidik Pajak setempat
4. hal- hal khusus
a. Dalam hal yang dipanggil adalah anggota DPR atau MPR, DPA, dan BPK, tata cara pemanggilannya disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku baginya.
b. Pemanggilan terhadap tersangka dan saksi warga negara Indonesia yang berada di luar negeri disalurkan melalui POLRI
c. Dalam hal saksi atau ahli yang dipanggil adalah pejabat atau petugas suatu instansi atau lembaga atau badan pemerintah, kepada atasannya disampaikan pemberitahuan tertulis mengenai pemanggilan tersebut

E. PEMERIKSAAN TERSANGKA DAN SAKSI
Persiapan
1. tempat
• mudah dijangkau atau ditemukan oleh tersangka atau saksi
• ruangannya bersih, terang dan terjaga keamanannya
• dilengkapi meja, kursi dan alat tulis-menulis.
• Diusahakan ada ruang tunggu dan tempat untuk penasehat hukum agar dapat melihat
dan mendengar jalannya pemerikasaan.

2. tenaga pemerikasa
3. daftar pertanyaan
garis besar pertanyaan
• pertanyaan awal; menyangkut identitas yang diperiksa
• Pertanyaan pokok;mengarah pada jawaban unsur-unsur tindak pidananya
• Pertanyaan tambahan; Pengembangan pertanyaan pokok
• Pertanyaan terakhir; diarahkan untuk menutup pemeriksaan dan bersifat mengikat
pertanyaan mencakup aspek :
- Siapakah;
- Apakah;
- Di manakah;
- Dengan apakah
- Mengapakah;
- Bagaimanakah;
- Bilamanakah;
- Berapakah
4. daftar barang bukti

5. urutan tersangka dan saksi

6. tenaga rohaniawan ; untuk pengambilan sumpah

7. tenaga penerjemah; kalau yang diperiksa tidak dapat berbahasa Indonesia

Pelaksanaan
1. Lakukan penelitian terhadap identitas orang yang akan diperiksa.

2. Sebelum pemeriksaan terhadap tersangka dimulai, kepadanya diberitahukan hak tersangka untuk mendapatkan bantuan hukum dari penasihat hukumnya.

3. Penasehat hukum dapat mengikuti jalannya pemeriksaan pada saat Penyidik Pajak melakukan pemeriksaan terhadap tersangka dengan cara melihat atau mendengarkan pemeriksaan.

4. Tersangka atau Saksi yang diperiksa harus dalam keadaan sehat jasmani dan rohani.

5. Kepada Tersangka diberitahukan tentang apa yang disangkakan kepadanya dengan jelas dan dalam bahasa yang dimengerti.

6. Tersangka berhak didampingi penerjemah dalam hal tidak mengerti bahasa Indonesia.

7. Dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, Penyidik Pajak dapat meminta bantuan tenaga ahli.

8. tersangka diminta untuk mengenali kembali barang bukti yang diperlihatkan kepadanya.

9. tersangka diminta untuk menjawab pertanyaan penyidik pajak baik secara lisan maupun tertulis

10. terhadap pemeriksaan saksi perlu diperhatikan:
• hubungan saksi dengan tersangka
• Apabila saksi diperkirakan tidak dapat hadir dalam pemeriksaan di pengadilan maka sebelum dilakukan pemeriksaan saksi terlebih dahulu diambil sumpah atau janjinya
• Saksi diperiksa secara sendiri-sendiri, tetapi boleh dipertemukan satu dengan yang lainnya dengan teknik konfrontasi atau rekonstruksi.Saksi diminta menjawab pertanyaan penyidik pajak baik lisan maupun tertulis.

11. kalau ada perbedaan keterangan tersangka dan saksi atau dengan tersangka lainnya perlu dilakukan konfrontasi

12. kalau yang akan diperiksa berada di luar wilayah hukum penyidik pajak yang melakukan penyidikan, maka pemeriksaannya dapat dibebankan kepada penyidik pajak lain yang wilayah hukumnya meliputi tempat kediaman atau tempat tinggal yang akan diperuksa.

13. Terhadap pemeriksaan saksi ahli perlu diperhatikan:
• Hubungan saksi ahli dengan tersangka
• Keterangan keahlian diberikan dengan mengangkat sumpah di hadapan penyidik pajak.
• Apabila karena harkat dan martabat, pekerjaan atau jabatannya yang mewajibkan ia untuk merahasiakan, ahli dapat menolak untuk memberikan keterangan tertentu yang diminta.

14. Hasil pemeriksaan Tersangka, Saksi, serta keterangan Ahli dituangkan dalam berita acara pemeriksaan

15. Persyaratan formal Berita acara Pemeriksaan:
• Diketik di kertas folio putih, satu setengah spasi.
• Diantara baris tidak boleh ditulis apapun.
• Apabila masih ada ruang kosong diisi garis putus-putus.
• Kalau ada tulisan yang salah, tidak boleh dihapus atau ditindih dengan kata atau tulisan lain, melainkan di coret dan diparaf diujung kiri dan kanan.perbaikan ditulis pada marge dengan didahului kata ”SAH DIGANTI”.
• Tidak boleh menggunakan singkatan, kecuali singkatan resmi. Contoh: TNI, DPR, POLRI.
• Penulisan angka yang menyebutkan jumlah harus diulang dalam huruf dalam kurung.
• Di halam utama, di sudut kiri atas ditulis nama instansi penyidik. Dibawah nama instansi tersebut ditulis kata-kata ”PRO JUSTITA” atau ”DEMI KEADILAN”.
• Pendahuluam berita acara di cantumkan
a. hari, tanggal, bulan dan tahun pembuatan berita acara.
b. Nama, NIP, pangkat, jabatan dan unit kerja penyidik pajak
c. Identitas lengkap yang diperiksa
d. Status pihak yang diperiksa
e. Alasan pemeriksaan dan pasal-pasal yang dilanggar.

F. PEMBUATAN BERITA ACARA PENDAPAT/ RESUME.

Resume atau berita acara pendapat merupakan ikhtisar dan kesimpulan seluruh hasil penyidikan yang telah dilakukan, pembuatan berita acara pendapat ini tidak diatur dan tidak diwajibkan oleh undang-undang.
Manfaat berita acara pendapat ini adalah memudahkan pihak-pihak yang berkepentingandalam mempelajari kasus perkara tersebut. Manfaat tersebut antara lain untuk memberikan gambaran dalam menetahui duduk perkara, siapa tersangka dan saksinya, apa alat buktinya, bagaiman unsur pidananya, apakah termasuk tindak pidana perpajakan atau tidak, apakah tindak pidanannya terbukti, serta bagaiman kesimpulan penyidik.

G. PEMBERKASAN PERKARA

Tahap akhir dari seluruh tindakan penyidikan adalah pemberkasan perkara yang kemudian dengan dengan penyerahan berkas perkara ke jaksa penuntut umum melalui penyidik POLRI.
Pemberkasan adalah kegiatan untuk memberkaskan isi berkas perkara dengan syarat-syarat yang ditentukan mengenai susunan, penghimpunan, pengikatan , penyegelan dan pemberian indentifikasi berkas perkara.
Sebelum menyusun berkas perkara, penyidik terlebih dahulu mengadakan gelar perkara atau pemaparan perkara (expose). Gelar perkara ini umumnya dilakukan dalam bentuk peragaan dengan sarana disebut matriks berkas perkara yang dilengkapi dengan bagan modus operandi kasus pidana tersebut.
Penerahan berkas perkara ke penuntut umum.
Berkas perkara yang diserahkan pertama kali adalah berkas perkara yang belum final, yang akan disempurnakan dengan masukan dari jaksa penuntut umum maupun penyidik POLRI, terutama dalam segi yuridis teknis dari berkas perkara yang bersangkutan. Penyerahan berkas perkara harus melalui penyidik POLRI karena penyidik POLRI bertindak sebagai koordinator dan pengawas dari penyidik pajak (PPNS).

I. PENGHENTIAN PENYIDIKAN
Penghentian penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan dilakukan dalam hal:
a. Karena tidak terdapat cukup bukti.
b. Peristiwa tersebut ternyata bukan tindak pidana di bidang perpajakan
c. Perkara ditutup demi hukum:
• Bilamana tersangka meninggal dunia
• Perkara tergolong ”ne bis in idem” atau
• Kadaluwarsa
Apabila dari hasil pemeriksaan terhadap tersangka dan atau saksi/saksi ahli dan berdasarkan bukti-bukti yang ada ternyata memenuhi syarat-syarat yang seperti pada butir 1 di atas, maka Penyidik Pajak segera membuat:
• Laporan Kemajuan Pelaksanaan dikirimkan kepada penyidik POLRI dan
Jaksa/Penuntut Umum
• Surat Usul penghentian penyidikan dengan dilampiri tindasan Laporan Kemajuan Pelaksanaan Penyidikan diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak untuk memperoleh persetujuan
• Apabila Direktur Jenderal Pajak menyetujui usul penghentian penyidikan, maka Penyidik Pajak mempersiapkan Surat Instruksi Penghentian Penyidikan untuk ditandatangi oleh Direktur Jenderal Pajak
• Berdasarkan instruksi penghentian penyidikan dari Direktur Jenderal Pajak,
selanjutnya dibuat Surat Ketetapan Penghentian Penyidikan untuk ditandatangani oleh Penyidik Pajak, setelah mendapat petunjuk tertulis dari Penyidik POLRI bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tidak pidana di bidang perpajakan. Pemberitahuan mengenai penghentian penyidikan disampaikan kepada Jaksa/Penuntut Umum, Tersangka atau keluarganya


Wewenang penyidik pajak
Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan hanya dapat dilakukan oleh Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik tindak pidana di bidang perpajakan.
Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud di atas adalah:
a. menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas;
b. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan;
d. memeriksa buku, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan;
e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;
f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan;
g. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang, benda, dan/atau dokumen yang dibawa;
h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang perpajakan;
i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
j. menghentikan penyidikan; dan/atau
k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan.

Penyidik pajak (PPNS) tidak diberikan wewenang untuk melakukan penangkapan dan atau penahanan. Dalam keadaan memaksa, apabila diperlukan tindakan penangkapan dan penahanan, penyidik pajak dapat meminta bantuan kepada penyidik POLRI dengan tetap memerhatikan ketentuan hokum acara yang berlaku.


Praperadilan
Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutuskan perkara menurut cara yeng diatur dalam KUHAP, antara lain mengenai:
1. Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan ataupenghentian penuntutan (kecuali penyimpangan perkara untuk kepentingan umum oleh jaksa agung)
2. Ganti rugi dan atau rehabilitasi bagi seseorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan,
3. Sah atau tidaknya benda yang disita sebagai alat bukti,
4. Tuntutan ganti rugi oeh tersangka atau ahli warisnya atas penangkapan atau penahanan serta tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang, atau kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan negeri.

SE-29/PJ.53/2003 Tentang langkah-langkah penanganan atas penerbitan dan penggunaan faktur pajak tidak sah (fiktif)
1. Yang dimaksud dengan faktur pajak fiktif antara lain;
a. Faktur pajak yang diterbitkan oleh pengusaha yang belum dikukuhkan sebagai PKP
b. Faktur pajak yang diterbitkan oleh pengusaha dengan menggunakan nama, NPWP,
dan nomor pengukuhan PKP orang lain atau badan lain,
c. Faktur pajak yang digunakan oleh PKP yang tidak diterbitkan oleh PKP penerbit,
d. Faktur pajak yang secara formal memenuhi ketentuan pasal 13 ayat 5 UU PPN tetapi tidak memenuhi secara meterial yaitu tidak ada penyerahan dan atau uang dan barang tidak diserahkan kepada pembeli sebagaimana tertera dalam faktur pajak,
e. Faktur pajak yang diterbitkan oleh PKP yang identitasnya tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.

2. Faktur pajak yang sesuai ketentuan UU PPN dapat berupa:
a. Faktur pajak sederhana,
b. Faktur pajak standar
c. Dokumen-dokumen yang diperlakukan sebagai Faktur pajak standar; antara lain
• Pemberitahuan Impor Barang (PIB) yang dilampiri SSP dan atau bukti pemungutan pajak oleh Direktorat jenderal bea dan cukai untuk impor BKP,
• Pemberitahuan Ekspor barang (PEB) yang telah difiat muat oleh pejabat direktorat jenderal bea dan cukai dan dilampiri dengan invoice yang merupakan kesatuan yang tak terpisahkan dengan PEB tersebut,
• SSP untuk pembayaran PPN atas pemanfaatan BKP tidak berwujud dan atau JKP dari luar daerah pabean.
3. WP yang perlu diwaspadai yang diindikasikan sebagai penerbit atau pengguna faktur pajak fiktif, antara lain:
a. WP yang menyampaikan SPT masa PPN, tetapi elemen data SPT beserta lampirannya tidak dapat direkam karena WP tersebut tidak terdaftar sebagai PKP pada Master File Lokal.
b. WP yang sering pindah alamat atau selalu mengajukan permohonan pindah alamat,
c. WP non efektif (NE)tiba-tiba aktif dan mempunyai jumlah penyerahan yang cukup besar,
d. WP yang baru berdiri langsung mempunyai jumlah penyerahan besar, tetapi kurang bayarnya relatif kecil,
e. WP-WP yang pengurus dan komisarisnya terdiri dari orang yang sama,
f. WP-WP yang akta pendirian badan hukumnya disahkan oleh Notaris yang sama dan pendiriannya pada waktu yang bersamaan atau berdekatan, demikian juga dengan nomor aktanya,
g. WP yang melaporkan ju lah penyerahan yang tidak sebanding dengan jumlah modal atau jumlah harta perusahaan,
h. WP yang melakukan pembetulan SPT masa PPN yang mengakibatkan jumlah penyerahan yang terutang PPN (pajak keluaran) menjadi besar dan atau jumlah pajak masukan menjadi besar,
i. WP yang melakukan usaha perdagangan dan melakukan penyrahan BKP yamng sangat beragam sehingga tidak diketahui dengan pasti core business WO tersebut,
j. WP yang jumlah pajak kurang bayarnya relatif kecil jika dibandingkan dengan jumlah penyerahaan yang terutang PPN,
k. WP yang melakukan rekayasa pembukuan,
l. WP yang alamatnya tidak ditemukan, begitu pula alamat pengurusnya,
m. WP yang SPT masa PPN-nya lebih bayar dan dikompensasi terus menerus, dan begitu dilakukan pemeriksaan tidak ditemukan adanya persediaan,

SE-01/PJ.7/2002
Dalam melakukan pemeriksaan, Pemeriksa pajak harus waspada atas beberapa tipe pelanggaran pajak yang dilakukan WP (PKP) terhadap PPN dan PPnBM, antara lain:
1. Alamat atau tempat kedudukan WP, alamat pengurus palsu, tidak jelas, todak sesuai dengan saat pengukuhan atau sering pindah alamat,

2. kegiatan PKP tidak ada, tidak jelas, tidak sesuai dengan pengukuhan,

3. Wajib pajak melakukan kegiatan sebagai PKP tetapi bukan/tidak/belum dikukuhkan sebagai PKP,

4. Merendahkan atau melaporkan pajak keluaran, antaralain dengan cara:
a. Merendahkan atau tidak melaporkan hasil penyerahan BKP/JKP secara lengkap,
b. Melaporkan ekspor yang sebenarnya adalah penjalan lokal,
c. Melakukan ekspor fiktif,
d. Tidak memungut atau menyetor PPN keluaran atas penyerahan yang terutang PPN,
e. Menunda pelaporan pajak keluaran,
f. Merendahkan harga yang tercantum dalam faktur pajak dari harga penyerahan yang sebenarnya,
g. Menggunakan rekening piutang pemegang saham sebagai penerimaan penjualan,
h. Membuat retur penjualan fiktif,
i. Tidak melaporkan pemakaian sendiri dan pemberian cuma-Cuma,
j. Tidak menunjukan atau meminjamkan seluruh rekening koran yang menampung seluruh hasil penjualan.

5. Minggikan pajak masukan dengan cara:
a. Meninggikan harga pembelian lokal maupun impor,
b. Mengkreditkan pajak masukan dari pembelian barang-barang yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha,
c. Meninggikan harga yang tercantuim dalam faktur pajak dari harga beli yang sebenarnya,
d. Melaporkan pembelian dari pengusahan non-PKP menjadi pembelian dari PKP atau dengan cara mendapatkan faktur pajak masukan yang tidak dilakukan dalam transaksi perolehan BKP,
e. Mengkreditkan pajak masukan lebih dari satu kali,
f. Mengkreditkan faktur pajak bermasalah,
g. Mengkreditkan pajak masukan atas barang-barang modal dimana pajak masukan dimaksud (pada sisi lain) juga diperhitungkan sebagai salah satu komponen harga perolehan (cost) harta yang disusustkan dan atau mengkreditkan pajak masukan dimana pajak masukan dimaksud juga diperhitungkan sebagai salah satu komponen biaya (expense) yang dibebankan pada periode terjadinya,
h. Tidak melaporkan nota retur pembelian dalam SPT masa PPN,
i. Melakukan penyerahan barang impor ilegal dengan memungut PPN, dan pengkreditan faktur pajak masukan bermasalah,
j. Mencari faktur pajak keluaran dari PKP penjual atas transaksi yang dilakukan yang seharusnya tidak terutang PPN,
k. Mengkreditkan PPN impor yang dilakukan oleh importir atas barang indent yang hanya mendapatkan fee seolah-olah barang impor tersebut milik importir sendiri.

6. Melakukan kesalahan akuntansi atau rekayasa pembukuan,

7. Mengkreditkan pajak masukan dari PKP fiktif atau pengusaha penerbit faktur pajak bermasalah,

8. Mencermati faktur pajak yang cacat,
Sistem Konfirmasi Faktur Pajak Dengan Menggunakan Aplikasi Sistem Informasi Perpajakan (SIP) Sistem ”konfirmasi PK-PM” dilakukan dengan menggunakan sarana yang ada pada intranet DJP.
1. Hasil konfirmasi SIP dapat berupa;
a. PM yang dilaporkan PKP pembeli sesuai dengan PK yang dilaporkan PKP penjual,
b. PM yang dilaporkan PKP pembeli tidak sesuai dengan PK yang dilaporkan PKP penjual. Ketidak sesuaian disebabkan antara lain karena kode seri dan nomor FP, tanggal FP, dan atau jumlah PPN yang dipungutpada rekanan data FP-PKP pembeli berbeda dengan yang dilaporkan PKP penjual,
c. Tidak ada data pembanding, yang mungkin disebabkan PKP penjual belum atau tidak melaporkan PK-nya atau KPP tempat PKP penjual diadministrasikan belum melakukan perekaman,
d. PKP pembeli belum melaporkan sebagai PM tetapi PKP penjual telah melaporkannya OK-nya.
2. Hasil konfirmasi sebagaiman adimaksud diatas, melalui sistem dibuatkan ”print out” komputer sebagai berikut:
a. Daftar PK-PM yang sudah sesuai,
b. Daftar PK-PM yang tidak sesuai yang diakibatkan PKP pembeli belum melaporkan FP sebagai PM,
c. Daftar PK-PM yang mengandung elemen data yang tidak sesuaidan atau tidak ada data pembanding dengan nilai PPN pada faktur pajak masukan yang dikreditkan oleh PKP pembeli sebesar Rp. 500.000,00 atau lebih,
d. Daftar PK-PM yang mengandung elemen data yang tidak sesuaidan atau tidak ada data pembanding dengan nilai PPN pada faktur pajak masukan yang dikreditkan oleh PKP pembeli sebesar kurang dari Rp. 500.000,00.
3. Tindak lanjut yang harus dilakukan:
    1) Print out daftar PK-PM yang sudah sesuai ditandatangani oleh:
• Kepala seksi PPN dan PTLL dalam hal yang melakukan konfirmasi adalah KPP,
• Ketua kelopmok pemeriksa pajak dalam hal yang melakukan konfirmasi adalah Pemeriksa Pajak,
• Kepala bidang PPN dan PTLL dalam hal konfirmasi dilakukan oleh unit fungsional di Kanwil, dalam rangka proses keberatan, dan berfungsi sebagai hasil konfirmasi.
Dengan adanya daftar ini maka hasil konfirmasi dinyatakan sudah terjawab, ada dan sesuai.
    2) Print out daftar PK-PM yang tidak sesuai dan atau tidak ada data pembanding sebagaimana dimaksud pada point 2 huruf c ditindak lanjuti dengan dilakukan klarifikasi ke KPP domisili Pembeli,
    3) Apabila jawaban klarifikasi menyatakan :
a) ”ada dan sesuai” dengan penjelasan bahwa:
• Faktur pajak tersebut belum direkam KPP domisili PKP penjual,
• Faktur pajak tersebut terlambat dilaporkan oleh PKP penjual,
Maka faktur pajak tersebut dapat diperhitungkan sebagai pajak masukan yang dapat dikreditkan.
b) ”tidak ada” dengan penjelasan bahwa FP tersebut belum dilaporkan oleh PKP penjual dan KPP domisili PKP penjual telah menerbitkan SKPKB atau SKPKBT. Atas FP tersebut dapat diperhitungkan sebagai PM yang dapat dikreditkan,
c) ”tidak ada” denan penjelasan bahwa faktur pajak tersebut tidak sah karena:
• Pengusaha yang menerbitkan FP tersebut belum dikukuhkan sebagai PKP, atau
• PKP penjual tidak pernah melakukan penyerahan BKP atau JKP kepada PKP pembeli yang bersangkutan,
Maka FP tersebut tidak dapat diperhitungkan sebagai PM yang dapat dikreditkan.
        4) Apabila dalam jangka waktu 1 (satu bulan) sejak tanggal permintaan klarifikasi jawaban klarifikasi belum/tidak diterima maka FP yang dimintakan klarifikasi tersebut dapat diperhitungkan sebagai PM yang dapat dikreditkan,
       5) Daftar PK_PM sebagaimana tersebut pada point 2 huruf b dan d tidak perlu dimintakan klarifikasi.

Sumber :